DI SUSUN OLEH
FAUZAN MAULANA
PENDAHULUAN
Al-Qur’an bagi kaum Muslimin
adalah verbum dei (Kalam Allah) yang diwahyukan
kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Jibril selama kurang lebih dua puluh tiga
tahun, dan ia juga adalah satu-satunya kitab suci yang abadi di sepanjang zaman,
karena firman-firman-Nya sepenuhnya benar dan sempurna, maka ia tidak mungkin terbatas
oleh zaman. Oleh karena itu, Al-Qur’an selain merupakan kitab suci, ia juga
merupakan mu’jizat yang terbesar bagi Nabi Muhammad SAW dan tidak tertandingi
sampai saat ini, yang di mata sejumlah pengamat Barat sebagai suatu kitab yang sulit
difahami dan diapresiasi. Bahasa, gaya, dan aransemen kitab ini pada umumnya telah
menimbulkan masalah khusus bagi mereka.
Mengkaji masalah kemu’jizatan Al-Qur’an
merupakan suatu hal yang cukup sulit, karena hakikat mu’jizat itu sendiri tidak
dapat dipahami melalui penekatan ilmiah, dan hanya dapat difahami serta
diterima melalui pendekatan iman, di samping Al-Qur’an secara terus-menerus
menantang semua ahli kesusastraan Arab supaya mencoba ditandingi. Namun tidak
seorang pun yang mampu menjawab tantangan Al-Qur’an. Mereka bahkan tidak
sanggup menirunya, karena Al-Qur’an memang berada di atas puncak yang tidak
mungkin diungguli. Dan Al-Qur’an memang bukan kalimat manusia. Namun demikian,
usaha untuk memahami kemu’jizatan Al-Qur’an itu adalah salah satu cara untuk
memahami keagungan dan keistimewaan Al-Qur’an, bahkan keotentikannya. Dalam
konteks itulah, maka kemu’jizatan al-Qur’an tidak perlu diperdebatkan lagi.
Namun demikian, apa sajakah
aspek-aspek kemu’jizatan Al-Qur’an dan apakah kemu’jizatan itu meliputi seluruh
bagian dari al-Qur’an atau sebagiannya saja dan apa sajakah jalan-jalan
kemu’jizatan Al-Qur’an itu.[1]
PEMBAHASAN
Kata mu’jizat secara etimologi
diderivasi dari kata ( ), yang berarti
“menjadikan lemah” atau “tidak berkuasa”. Pengertian mu’jizat dipahami bila pelaku
(mu’jiz) mampu melemahkan kemampuan
pihak lain, tambahan ( ) tã marbuthah pada akhir kata itu
mengandung makna mubãlaghah
(superlatif), sehingga secara terminologi, mu’jizat merupakan:
“Sesuatu yang dapat melemahkan
manusia baik secara individu maupun kelompok untuk membuat semisalnya, atau
sesuatu yang menyalahi adat kebiasaan dan menyalahi hukum sebab adat, yang
diciptakan Allah bagi orang-orang yang menyakiti Nabi, sebagai saksi atas
kebenaran kenabiannya”.
Sementara menurut Quraish Shihab,
mu’jizat adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa yang terjadi melalui
seseorang yang mengaku nabi, sebagai bukti kenabiannya yang ditantangkan kepada
orang yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal yang serupa, namun
mereka tidak mampu melayani tantangan tersebut.[2]
Dari definisi di atas dapat
dipahami bahwa mu’jizat merupakan ciptaan Allah, kejadian luar biasa, yang
diberikan kepada Nabi dan mengandung tantangan. Tantangan ini merupakan salah
satu pembeda antara mu’jizat dengan karomah. Kata mu’jizat itu sendiri tidak
terdapat dalam Al-Qur’an. Namun untuk menerangkan mu’jizat, al-Qur’an
menggunakan istilah âyât atau bayyinât. Baik ayat atau bayyinat
mempunyai dua macam arti. Yang pertama artinya perkabaran Ilahi, yang berupa
ayat-ayat suci al-Qur’an (Q.S. 3: 252, 3: 118, 6: 4, 10:7, 2: 159, 3: 86, 10:
150). Sedangkan yang kedua artinya mencakup mu’jizat atau tanda bukti (Q.S. 3:
49, 7: 126, 40: 78, 7: 105, 16: 44 dan 20: 72).
Pada umumya mu’jizat para Nabi dan
Rasul itu berkaitan dengan masalah yang dianggap mempunyai nilai tinggi dan
diakui sebagai suatu keunggulan oleh masing-masing umatnya pada masa itu.
Misalnya zaman Nabi Musa As adalah zaman keunggulan tukang sihir, maka mu’jizat
utamanya adalah untuk mengalahkan tukang sihir tersebut (Q.S. 7: 103-126, 20:
57-73, dan 26: 30-51). Zaman Nabi Isa As adalah zaman kemajuan ilmu kedokteran,
maka mu’jizat utamanya adalah menyembuhkan penyakit yang tidak bisa disembuhkan
oleh pengobatan biasa, yaitu menyembuhkan orang buta sejak dalam kandungan dan
orang yang berpenyakit sopak, serta menghidupkan orang yang sudah mati (Q.S. 3:
49, 5: 110), dan zaman Nabi Muhammad adalah zaman keemasan kesustraan Arab,
maka mu’jizat utamanya adalah Al-Qur’an, kitab suci yang ayat-ayatnya
mengandung nilai sastra yang amat tinggi, sehingga tidak seorang manusia pun
dapat membuat serupa dengan Al-Qur’an.
Mu’jizat Nabi Muhammad saw.
memiliki kekhususan sendiri dibandingkan dengan mu’jizat nabi-nabi lainnya.
Semua mu’jizat sebelumnya dibatasi oleh ruang dan waktu, artinya hanya diperlihatkan
kepada umat tertentu dan masa tertentu. Sedangkan mu’jizat Al-Qur’an bersifat
universal dan eternal (abadi), yakni berlaku untuk semua umat manusia sampai
akhir zaman. Hal ini karena mu’jizat Nabi Muhammad saw. di masa kebangkitan
ratio adalah mu’jizat akal yang dibutuhkan oleh umat manusia untuk
selama-lamanya, dapat mengatasi ilmu-ilmu orang yang hidup di zamannya.[3]
Al-Qur’an mempunyai gaya bahasa
yang khas yang tidak dapat ditiru oleh para sastrawan Arab sekalipun, karena
adanya susunan yang indah yang berlainan dengan setiap susunan dalam bahasa
Arab. Mereka melihat Al-Qur’an memakai bahasa dan lafadz mereka, tetapi ia
bukan puisi, prosa atau syair.
Sejarah telah mencatat bahwa Al-Qur’an
turun di tengah-tengah bangsa Arab yang menggunakan sastra, adalah suatu
kebanggaan bila ada diantara mereka terdapat seorang penyair dan sastrawan yang
mampu merangkai kata-kata yang indah. Maka setiap tahun didakan perlombaan
syair, dan syair yang terpilih ditulis dengan tinta emas lalu digantungkan di
dinding Ka’bah yang dikenal dengan Mu’allaqah.
Dan Al-Qur’an adalah wahyu dari Allah yang merupakan penuntun bagi umat
manusia, dan bukan merupakan karya sastra, namun begitu Al-Qur’an diungkapkan
baik dalam tuturan lisan ataupun tertulis. Namun, syair atau prosa yang mereka
buat tidak mampu mengungguli ayat-ayat yang dikandung Al-Qur’an.[4]
Al-Qur’an tampil dengan bahasa
sastra yang tinggi yang tidak tertandingi oleh hasil-hasil sastra yang ada
sebelum dan sesudahnya, di saat bahasa Arab telah berdiri tegak di hadapan para
ahli bahasa dengan sikap menantang. Sebagaimana yang diungkapkan oleh al-Qur’an
berikut ini.
a.
Menantang untuk membuat semacam Al-Qur’an secara
keseluruhan.(Q.S: 52: 34).
b.
Menantang untuk membuat sepuluh surat Al-Qur’an.
(Q.S: 11: 13).
c.
Menantang untuk membuat satu surat saja semacam
Al-Qur’an. (Q.S: 10: 38 dan Q.S: 2: 23).
I’jaz Al-Qur’an di segi bahasa
ini, adalah bahwa al-Qur’an turun dengan bahasa yang indah lagi menawan yang
mengandung ciri khas tinggi yang tidak terdapat pada kalangan apapun dan sastra
manapun di kalangan kafilah Arab. Doktrin kemu’jizatan Al-Qur’an, tidak hanya
pada isi, melainkan juga pada bentuk kesusastraan, secara umum terdapat pada
hampir semua mazhab-mazhab Islam, dan telah mendapatkan suatu kedudukan dan
pengakuan penting dalam berbagai bentuk penuturan dengan perhatian khusus
terhadap hal itu.[5]
Sebagai mukjizat yang universal
dan eternal, beberapa segi kemukjizatan yang dimiliki Al-Qur’an adalah:
1.
Susunan yang indah, berbeda dengan setiap
susunan yang ada dalam bahasa orang Arab.
2.
Adanya uslub yang aneh yang berbeda dengan semua
uslub-uslub bahasa Arab.
3.
Sifat agung yang tidak mungkin lagi seorang
makhluk untuk mendatangkan hal yang seperti itu.
4. Bentuk undang-undang yang detail lagi sempurna
yang melebihi setiap undan-undang buatan manusia.
5.
Mengabarkan hal-hal ghaib yang tidak biasa
diketahui kecuali dengan wahyu.
6.
Tidak bertentangan dengan pengetahuan-pengetahuan
umum yang dipastikan kebenaranya.
7.
Menepati janji dan ancaman yang dikabarkan Al-Qur’an.
8.
Adanya ilmu-ilmu pengetahuan yang terkandung di
dalamnya.
9.
Memenuhi segala kebutuhan manusia.
Uslub yang dipergunakan Al-Qur’an
sangat mudah dan indah hal itu membuat orang-orang Arab dan Non Arab kagum dan
terpesona. Kehalusan bahasa, keanehan yang menakjubkan dalam ekspresi,
ciri-ciri khas Balaghah dan fashahah baik yang abstrak maupun yang
kongkrit,dapat mengungkapkan rahasia keindahan dan kekudusan Al-Qur’an. Barang
siapa mampu menggali rahasia balaghah Al-Qur’an itu, maka dia akan biasa
mengeluarkan khazanah kandunganya.
Uslub Al-Qur’an yang menakjubkan
itu mengandung beberapa keistimewaan, diantaranya:
1.
Kelembutan Al-Qur’an secara lafhizah yang
terdapat dalam susunan suara dan keindahan bahasanya.
2.
Keserasian Al-Qur’an baik untuk awam maupun kaum
cendekiawan dalam arti bahwa semua orang dapat merasakan keagungan dan
keindahan Al-Qur’an.
3.
Sesuai akal dan perasaan,dimana al-Qur’an
memberikan doktrin pada akal dan hati, serta merangkum kebenaran dan keindahan
sekaligus.
4.
Keindahan sajian Al-Qur’an serta susunan
bahasanya, seolah-olah merupakan suatu bingkai yang dapat memukau akal dan
memusatkan tanggapan serta perhatian.
5.
Keindahan dalam liku-liku ucapan atau kalimat
serta beraneka ragam dalam bentuknya, dalam arti bahwa satu makna diungkapkan
dalam beberapa lafaz dan susunan yang bermacam-macam yang semuanya indah dan
halus.
6.
Al-Qur’an mencakup dan memenuhi persyaratan
antara bentuk global dann bentuk terperinci.
Gaya bahasa dan untaian kata Al-Qur’an
bebas sepenuhnya dari belenggu sejak dan segala bentuk kaidahnya yang harus
diindahkan dalam pengubahan syair Arab.Dengan demikian, susunan kalimat dan
gaya bahasa Al-Qur’an bebas pula dari tujuan yang umum dikenal dalam
syair-syair dan sajak-sajak.
Bersamaan dengan itu irama puitik
yang terdapat dalam rangkaian-rangkaian kata itu sendiri menciptakan pemisah
kalimat yang berpola serupa dan yang tidak memerlukan bentuk-bentuk tertentu
yang lazim mengikat susunan syair dan sajak. Dengan demikian, gaya bahasa Al-Qur’an
mencakup semua bentuk puisi dan prosa.
C.
Kemu’jizatan
Al-Qur’an dari Aspek Syariah
Al-Qur’an adalah sumber ajaran
Islam yang utama dan sarat akan hukum yang mengatur kehidupan manusia dalam
hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan semua ciptaan-Nya. Jadi hukum
Islam yang mencangkup di bidang aqidah, pokok-pokok akhlaq, ibadah dan
perbuatan dapat dijumpai sumbernya yang asli di dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Keunggulan dan kemu’jizatan
al-Qur’an di bidang ini karena syari’at yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah
syari’at yang sempurna dan tinggi melebihi dari syari’at-syari’at yang terdapat
pada kitab-kitab terdahulu. Al-Qur’an berisi pokok-pokok aqidah, hukum-hukum
ibadah, dasar-dasar utama etika, politik dan sosial kemasyarakatan. Al-Qur’an
mengatur cara bermasyarakat yang baik serta meletakkan dasar-dasar kemanusiaan
yang lebih lurus dan murni.[8]
Hal ini tergambar dari cara Al-Qur’an
dalam menetapkan hukum, di antaranya:
1.
Secara Mujmal
Kebanyakan urusan ibadah, diterapkan
secara mujmal. Cara yang dipergunakan Al-Qur’an dalam menghadapi soal ibadah
ini ialah dengan menerangkan pokok-pokok hukum saja. Demikian pula halnya
tentang mu’amalat badaniyah, Al-Qur’an hanya mengemukakan pokok-pokok dan
kaidah-kaidah saja. Perincian dan penjelasan hukum-hukum itu diserahkan pada
sunnah dan ijtihad para mujtahid.
2.
Agak Jelas dan Terperinci
Hukum-hukum yang diterangkan jelas dan
agak terperinci ialah hukum jihad, undang-undang perang, hubungan umat Islam
dengan umat lain, hukum-hukum tawanan dan rampasan perang. Ayat yang
menjelaskan dasar hukum berjihad seperti di bawah ini.
(Q.S. At-Taubah [9]: 41):
Artinya: “Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan maupun merasa
berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian
itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
3.
Jelas dan Terperinci
Hukum-hukum yang jelas dan terperinci
adalah masalah:
a.
Hutang Piutang
Al-Qur’an menganjurkan untuk bersaksi ketika mengadakan jual
beli dan hutang piutang. Firman Allah:
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk
waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya dan hendaklah seorang penulis
di antara kamu menuliskannya dengan benar.” (Q.S. Al-Baqarah [2]: 282).
b.
Makan Makanan yang Halal dan Haram
Dalam urusan pergaulan sesama insan, al-Qur’an mengharamkan
memakan harta orang lain dengan cara yang tidak sah sesuai dengan firman Allah:
Artinya: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan batil kecuali dengan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di
antara kamu.” (Q.S. An-Nisâ’ [4]: 29)
c.
Sumpah
Al-Qur’an secara jelas menerangkan hal-hal mensyari’atkan
sumpah sesuai dengan firman Allah:
Artinya: “Dan janganlah
kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan
tergelincir kaki (mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan
dunia, karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan bagimu azab yang
besar.” (Q.S. An-Nahl [16]: 94).
d.
Memelihara Kehormatan Wanita
Hukum yang disyari’atkan untuk memelihara kehormatan wanita,
terdapat dalam Q.S. Al-Ahzâb: 59 dan masih banyak lagi ayat-ayat yang menerangkan
hal ini:
Artinya: “Hai Nabi
katakanlah kepada istri-istri mu, anak anak perempuan dan istri-istri orang
mukmin:’’Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’’Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal,karena itu mereka tidak
diganggu. Dan Allah maha pengampun dan penyayang.” (Q.S. Al-Ahzab [33]:59).
e.
Perkawinan
Keterangan tentang masalah perkawinan terdapat dalam firman
Allah:
Artinya: “Dan janganlah
kamu kawini wanita-wanita yang telah dikawini oleh ayahmu,terkecuali pada masa
yang telah lampau. Sesungguhnya perbuatan itu amat keji dan dibenci Allah dan
seburuk-buruknya jalan yang ditempuh.” (Q.S. An-Nisa’[4]:22)
D.
Kemu’jizatan
al-Qur’an dan Aspek Ilmu
Segi lain dari kemu’jizatan
al-Qur’an, adalah isyarat-isyarat yang rumit terhadap sebagian ilmu pengetehuan
alam telah disinggung Al-Qur’an sebelum pengetahuan itu sendiri sanggup
menemukanya. Juga kemudian terbukti bahwa Al-Qur’an sama sekali tidak
bertentangan dengan penemuan-penemuan mutakhir yang didasarkan pada penelitian
ilmiyah.
Mengkaji kemu’jizatan Al-Qur’an
dari segi ilmu bukan berarti Al-Qur’an dianggap kitab ilmu. Al-Qur’an bukan
buku psikologi, bukan eksak maupun fisika, tetapi kitab hidayah dari irsyad,
kitab tasryi’ dan ishlah. Namun demikian ayat-ayatnya memuat isyarat-isyarat
yang cukup dalam dan pelik dalam soal psikologi, kedokteran dan antropologi,
yang mana hal tersebut menunjukkan keberadaannya sebagai mu’jizat dan wahyu
Allah.[9]
Al-Qur’an adalah petunjuk bagi
manusia, yang isinya sarat dengan ajaran-ajaran dan prinsip-prinsip hidup untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Al-Qur’an juga membicarakan isyarat
ilmiah dan ilmu Kawniyah seperti konsep-konsep dasar biologis, budaya tanaman,
kegunaan air bagi kehidupan dan spesies, serta membicarakan fenomena-fenomena
geologi dan reproduksi.
Al-Zakarniy menyebutkan lima
bentuk kemu’jizatan al-Qur’an dari aspek ilmu, yaitu:
1)
Ilmu kauniyah tunduk kepada undang-undang yang
telah ditetapkan. Al-Qur’an adalah kitab hidayah dan i’jaz. Dengan demikian
al-Qur’an tidak membicaran hakikat ilmu alam, bintang dan kimia.
2)
Al-Qur’an menganjurkan umat manusia untuk
meneliti, menganalisa dan mengambil manfaat serta pelajaran dari ilmu kauniyah
ini.
3)
Al-Qur’an menjelaskan bahwa alam tunduk pada
kehendaknya.
4)
Al-Qur’an menjelaskan bahwa alam adalah ruang
lingkup hidayah, membicarakan rahasia langit dan bumi, apa yang tersembunyi di
daratan dan di bumi dan sebagainya.
5)
Uslub yang digunakan Allah swt. dalam
mengungkapkan tentang ayat kauniyah adalah dengan uslub yang indah.[10]
Dan berikut ini adalah sebagian
tentang pembuktian ilmiah:
1)
Kesatuan Alam
Teori ilmu pengetahuan modern
telah membuktikan bahwa bumi adalah salah satu dari sekumpulan planet yang
telah memisah darinya dan membeku sehingga cocok untuk dihuni oleh
manusia.Teori ini didukung oleh adanya gunung berapi yang memuntahkan lahar
panas. Teori ini tepat sekali dengan firman Allah:
Artinya: “Tidaklah orang-orang kafir tahu,bahwa beberapa langit dan bumi
adalah keduanya bersatu,lalu kami belah keduanya? Kami jadikan tiap-tiap
sesuatu yang hidup dari air.Tidakkah mereka percaya?” (Q.S.
Al-Anbiya’[21]:30).
2)
Terjadinya Perkawinan dalam Tiap-tiap Benda
Orang berkeyakinan bahwa
perkawinan itu berlaku pada dua jenis, yaitu manusia dan hewan. Kemudian datang
ilmu pengetahuan modern dan menetapkan bahwa perkawinan itu terjadi pula pada
tumbuhan-tumbuhan, dan benda-benda (mati). Bahkan pada tiap-tiap benda yang ada
di alam ini, juga terjadi perkawinan. Sampai pada listrik sekalipun ada
pasangan min dan plus. Demikian pula atom, terdapat proton dan netron, yang
masing-masing diistilahkan sebagai laki-laki dan wanita. Penemuan sebenarnya
telah didahului al-Qur’an dalam banyak ayat seperti dalam surat Al-Syu’ara
[26]: 70, Yasin [36]: 36, dan Al-Zariyat[51]: 49, contoh ayat di bawah ini:
Artinya: “Tiap-tiap sesuatu kami jadikan berpasang-pasangan (jantan dan betina),
mudah-mudahan kamu menerima peringatan.” (Q.S. Al-Zariyat [51]: 49)
3)
Perbedaan Sidik Jari Manusia
Pada abad yang silam, tepatnya di
Inggris tahun 1884 M telah digunakan cara untuk mengenali seseorang lewat sidik
jarinya. Kemudian cara ini diikuti pula oleh setiap negara. Karena disebabkan
bahwa kulit jari-jari memiliki garis-garis berbeda-beda bentuknya, dan
garis-garis itu tidak akan berubah. Berbeda dengan garisgaris tubuh yang
lainnya. Tidak ada yang hampir sama atau serupa. Sungguh itu pun suatu mu’jizat
Tuhan, mengapa Allah memilih jari-jari manusia buat dalil kebangkitan nya?
Allah berfirman:
Artinya: “Adakah manusia mampu mengira bahwa kami tidak akan mengumpulkan
tulang-tulangnya? Ya, kami kuasa mengembalikan semua jari-jarinya (mesti
kecil-kecil).” (Q.S. Al-Qiyamah[75]: 3-4).
4)
Berkurangnya Oksigen
Sejak manusia mampu menyeruak
ruang angkasa dengan pesawat, maka pengamatan dan penelitian para ilmuan telah
sampai pada kesimpulan bahwa di angkasa oksigen berkurang. Manakala seorang
penerbang meluncur tinggi ke angkasa, dadanya terasa sesak dan sulit bernapas.
Oleh karenanya para penerbang harus memakai “oksigen buatan” saat mereka
terbang dalam ketinggian 30.000 kaki lebih. Penemuan ini sebenarnya telah
disinggung oleh Al-Qur’an jauh sebelum manusia melakukan penerbangan, yaitu:
Artinya: “Barang siapa yang Allah kehendaki, Allah akan memberikan kepadanya
petunjuk, niscaya dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan
barang siapa yang di kehendaki Allah kesesatan nya, niscaya Allah menjadikan
dadanya sesak lagi sempit seolah-olah ia sedang naik ke langit.”
(Q.S.Al-An’am [6]:125).
5)
Khasiat Madu dan Daftar Istilah
Dari hasil penelitian laboratorium
USA, bahwa dalam 100 Gr madu terkandung: zat glucose 34%, fructose 1,9%,
sucrose 40%. Zat gula glucose dan fructose ini langsung diserap oleh usus tanpa
proses lagi. Mineral kalsium sebagai pembentuk tulang dan gigi, lain
sebagainya. Teori modern tentang madu sesuai dengan ayat dibawah ini:
Artinya: “Dari perut lebah itu keluar minuman, di dalamnya terdapat obat yang
menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat
(kebenaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (Q.S. al-Nahl [16]:
68).
PENUTUP
Demikianlah diantara kandungan
mu’jizat ilmi Al-Qur’an hasil penelitian kemampuan akal manusia yang cuma
diberi setetes ilmu pengetahuan oleh Yang Maha Mengetahui. Seluruh fakta-fakta
yang sesuai dengan penemuan ilmiyah tersebut, walaupun demikian, belum pernah
diketahui atau dapat dipahami ketika wahyu tersebut diturunkan. Pembuktiannya
baru berlangsung lewat sejumlah penemuan ilmiyah yang berlangsung beberapa abad
kemudian. Sehingga keterangkumannya didalam Al-Qur’an sekaligus menunjukkan
bahwa kitab tersebut berasal dari Ilahi, dan bukan buatan manusia. Asal-usul
yang Ilahiyah ini, akhirnya juga semakin diperkuat oleh ketepatan rincian
fakta-fakta ilmiyah.
Sebagai kitab yang mengandung
hidayah dan sekaligus merupakan mu’jizat, Al-Qur’an merupakan sumber informasi,
perpaduan yang dalam antara balaghah dan corak bayan yang mempesona namun,
dalam hal irama dan lagu Al-Qur’an berlainan nada dan langgamnya. Itulah
Al-Qur’an, yang setiap lafadznya adalah kebenaran, yang diajarkan adalah
petunjuk, yang digambarkan adalah lukisan kehidupan yang terindah dan setiap ia
dibaca tak ada satu lirik lagupun yang menyerupai yang pernah terdengar.
Itulah Al-Qur’an, yang memiliki
landasan epistimologis yang kuat sebagai sumber data yang akurat. Disinilah
letak keunikan, kemu’jizatan dan keunggulan Al-Qur’an terhadap berbagai kitab
tertulis lain nya. Sebagai mu’jizat, Al-Qur’an memiliki unsur terpenting, yaitu
menantang. Dan inilah yang membedakan nya dari kelebihan-kelebihan yang Allah
anugrahkan kepada hamba-hambaNya yang lain.
[1]
Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi Sejarah al-Qur’an,
(Jakarta: Forum Kajian Budaya dan Agama,2001), hlm. 1.
[3]
Manâ’ al-Quthathân, Membahas Ilmu-Ilmu al-Qur’an,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1995), hlm. 69.
[4] Al-Munawwar,
op, cit. Dan Ahmad von Denffer, Ilmu al-Qur’an dan Pengenalan dasar,
(Jakarta Rajawali Pers, 1988), hlm. 176.
[7] Ibid
[8] M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an,(
Bandung: Mizan, 1997), hlm. 28.