PENDAHULUAN
Sejak
mundur dan berakhirnya era Abbasiyah, keadaan politik umat Islam mengalami
kemajuan kembali oleh tiga kerajaan besar: Turki Usmani di Turki, Mughal di
India, dan Safawi di Persia. Dari ketiganya, Turki Usmani adalah yang terbesar
dan terlama, dikenal juga dengan imperium islam. Dengan wilayahnya yang luas
membentang dari Afrika Utara, Jazirah Arab, Balkan hingga Asia Tengah, Turki
Usmani menyimpan keberagaman bangsa, budaya dan agama, Turki usmani mampu
berkuasa selama kurang lebih 6 abad berturut-turut. Tentunya hal ini membawa
kesan tersendiri bahwa kerajaan Turki Usmani mampu membawa masyarakat islam
dalam keajayaan selama 6 abad, hal yang menurut pemakalah adalah tergolong luar
biasa.
PEMBAHASAN
Bangsa
Turki tercatat dalam sejarah atas keberhasilannya mendirikan dua Dinasti, yaitu
Dinasti Turki Saljuk dan Turki Usmani. Kehancuran Dinasti Turki Saljuk oleh
serangan bangsa Mongol merupakan awal dari terbentuknya Dinasti Turki Usmani.
a.
Anatolia sebelum masa orang-orang
utsmaniyah
Negeri
Anatolia (asia kecil) dahulu sebelum islam merupakan kerajaan yang berada
dibawah kekuasaan Byzantium (romawi timmur). Penaklukan-penaklukan oleh pasukan
islam sampai di sebagian wilayah timur negeri ini, dari ujung Armenia hingga ke
puncak gunung thurus sejak tahun 50 H, pada masa kekhalifahan
muawiyah , kam muslim belum mampu menaklukkan konstanttinopel, walaupun telah
dilakukan berulang kali usaha penyerangan.
Setelah
perang maladzikr pada tahun 463 H yang dimenagkan oleh orang-orang saljuk
dengan kemenangan yang gemilang aas romawi, pengaruh kemenangan ini terus
meluas ke negeri Anatolia. Mereka saat itu telah memiliki pemerintahan yang
terkemuka yaitu pemerintahan romawi saljuk.
Anatolia
kemudian jau ke tangan Mongolia, setelah merebutnya dari saljuk romawi . maka
terjadilah peperangan antara Mongolia dank am muslimin dan ini terjadi pada
tahun 641 H. setelah kekalahan Mongolia pada perang ain jalut, tahun 658 H
berangkatlah Zharir Bibris ke saljuk Romawi dan Mongolia, menyusul kekalahan
besar ini sebagai pelajaran besar ini. Bersamaan dengan lemahnya Mongolia ,
pemerintahan utsmaniyah lalu menguasainya pada masa yang berbeda.[1]
Orang-orang
Utsmaniyah bernasab pada kabilah qobi yang berasal dari kabilah Ghizz Turkmaniyah
yang beragama islam dari negeri Turkistan.Tatkala terjadi penyerbuan mongolia
atas negeri itu, kakek mereka (sulaiman) berhijrah ke negeri romawi, lalu ke
syam dab ke irak. Dan mereka tenggelam di sungai Eufrat.
Kabilah
ini lalu terpecah-pecah. Satu kelompok lalu kembali ke negeri asalnya. Dan satu
kelompoknya bersama dengan Erthoghul bin sulaiman.
Nama
Kerajaan Usmani diambil dari nama putra Erthogrul. Ia mempunyai seorang putra
yang bernama Usman yang lahir pada tahun 1258. Nama Usman inilah yang kemudian
lahir istilah Kerajaan Turki Usmani atau Kerajaan Usmani. Pendiri Kerajaan ini
adalah bangsa Turki dari Kabila Oghus. Yang mendiami daerah Mongol dan daerah
Utara Negeri Cina, kemudian pindah ke Turkistan, lalu ke Persia dan Iraq
sekitar abad ke-9 dan 10.
Pada
abad ke-13 M, Erthoghul pergi ke Anatolia. Wilayah itu berada dibawah kekuasaan
Sultan Alaudin II (Salajikoh Alaudin Kaiqobad). Erthoghul membantunya melawan
serangan dari Byzantium. Ertoghul menang dan mendapatkan sebagian wilayah
(Asyki Syahr) dari Alaudin dari Byzantium dan sebagian hartanyamereka melarikan
diri ke wilayah Barat sebagai akibat dari serangan Mongol. mereka mencari
tempat perlindungan dari Turki Saljuk di daratan Tinggi Asia Kecil. Di bawah
pimpinan Ertugrul, mereka mengabdikan diri pada Sultan Alauddin II, Sultan
Saljuk yang berperang melawan Bizantium. Atas jasa baiknya, Sultan Alauddin
menghadiahkan sebidang tanah di Asia Kecil, yang berbatasan dengan Bizantium
dan memilih Syukud sebagai Ibu kotanya.
Ertugrul
meninggal dunia pada tahun 1289 M. kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya
yang bernama Usman (1281-1324), atas persetujuan Alauddin. Pada tahun 1300,
bangsa Mongol Menyerang Kerajaan Saljuk, dan Dinasti ini terpecah-pecah dalam
beberapa Dinasti kecil. Dalam kondisi kehancuran Saljuk inilah, Usman mengklaim
Kemerdekaan secara penuh atas wilayah yang didudukinya, sekaligus
memproklamirkan berdirinya kerajaan Turki Usmani. Dengan demikian, secara tidak
langsung mereka mengakui Usman sebagai penguasa tertinggi dengan gelar “Padinsyah
Ali Usman”.
Setelah
Usman mengakui dirinya sebagai Raja Besar Keluarga Usman pada tahun 699 H/1300
M, secara bertahap ia memperluas wilayahnya. Penyerangan awal dilakukan di
sekitar daerah perbatasan Bizantium dan Brussa (Broessa) dijadikan salah satu
daerah yang menjadi objek taklukan. Pada tahun 1317 M. wilayah tersebut dapat
dikuasainya dan dijadikan sebagai ibu kota pada tahun 1326 M.
Diakhir
kehidupannya Usman menunjuk Orchan (42) anak yang lebih muda dari kedua orang
putranya sebagai calon pengganti memimpin kerajaan. Keputusan tersebut
disandarkan pada pertimbangan kemampuan dan bakat anaknya masing-masing. Orchan sebagai prajurit yang
potensial telah mendapat pengawasan dari ayahnya dan telah menunjukkan
kemampuannya dalam konteks militer pada penaklukkan Brossa. Sementara Alauddin
(kakaknya) lebih potensial dalam bidang agama dan hukum. Meskipun mereka sama-sama dibina dan dididik
oleh ayahnya. Sasaran Orchan setelah penobatannya menjadi raja ialah penaklukkan
kota Yunani seperti Nicea dan Nicomania. Nicea menyerah pada tahun 1327 dan
Nocomedia takluk pada tahun 1338 M.
RAJA-RAJA TURKI USMANI
Dalam
masa kurang lebih 6 abad (1294-1924), berkuasa, kerajaan turki usmani mempunyai
raja sebanyak 40 orang yang silih berganti, namun demikian, dalam makalah ini
akan kami bahas beberapa raja yang berpengaruh saja, diantaranya:
Sultan Ustman bin Urtoghal (699-726
H/ 1294-1326 M)
1. Masuk
Islam
2. Membayar
Jizyah; atau
3. Berperang
Penerapan
sistem ini membawa hasil yang menggembirakan, yaitu banyak raja-raja kecil yang
tunduk kepada Usman.
Sultan Urkhan bin Utsman (726-761
H/ 1326-1359 M)
Sultan
Urkhan adalah putera Utsman I. sebelum urkhan ditetapkan menjadi raja, ia telah
banyak membantu perjuangan ayahnya. Dia telah menjadikan Brousse sebagai ibu
kota kerajaannya.
Pada
masa pemerintahannya, dia berhsil mengalahkan dan menguasai sejumlah kota di
selat Dardanil. Tentara baru yang dibentuk oleh Urkhan I diberi nama
Inkisyaiah. Pasukan ini dilengkapi dengan persenjataan dan pakaian seragam. Di
zaman inilah pertama kali dipergunakan senjata meriam.
Sultan Murad I bin Urkhan (761-791
H/ 1359-1389 M)
Pengganti
sultan Urkhan adalah Sultan Murad I. selain memantapkan keamanan di dalam
negrinya, sultan juga meneruskan perjuangan dan menaklukkan bebrapa daerah ke
benua Eropa. Ia menaklukkan Adrianopel, yang kemudian dijadikan sebagai ibukota
kerajaan yang baru serta membentuk pasukan berkuda (Kaveleri). Perjuangannya
terus dilanjutkan dengan menaklukkan Macedonia, Shopia ibukota Bulgaria, dan
seluruh wilayah bagian utara Yunani.
Karena
banyaknya kota-kota yang ditaklukkan oleh Murad I, pada waktu itu bangsa Eropa
mulai cemas. Akhirnya raja-raja Kristen Balkan meminta bantuan Paus Urban II
untuk mengusir kaum muslimin dari daratan Eropa. Maka peperangan antara pasukan
Islam dan Kristen Eropa pada tahun 765 H (1362 M). Peperangan itu dimenangkan
oleh pasukan Murad I, sehingga Balkan jatuh ke tangan umat Islam. Selanjutnya
pasukan Murad I merayap terus menguasai Eropa Timur seperti Somakov, Sopia
Monatsir, dan Saloniki.
Sultan Bayazid I bin Murad (
791-805 H/ 1389-1403 M)
Bayazid
adalah putra Murad I. Ia meneruskan perjuangan ayahnya dengan memperluas
wilayahnya seperti Eiden, Sharukan, dan Mutasya di Asia Kecil dan Negri-negri
bekas kekuasaan Bani saluki. Bayazid sangat besar pengaruhnya, sehingga
mencemaskan Paus. Kemudian Paus Bonifacius mengadakan penyerangan terhadap
pasukan Bayazid, dan peperangan inilah yang merupakan cikal bakal terjadinya
Perang Salib.
Tentara
Salib ketika itu terdiri dari berbagai bangsa, namun dapat dilumpuhkan oleh
pasukan Bayazid. Namun pada peperangan berikutnya ketika melawan Timur Lenk di
Ankara, Bayazid dapat ditaklukkan, sehingga mengalami kekalahan dan ketika itu
Bayazid bersama putranya Musa tertawan dan wafat dalam tahanan Timur Lenk pada
tahun 1403 M.
Kekalahan
Bayazid di Ankara itu membawa akibat buruk bagi Turki Usmani, sehingga
penguasa-penguasa Saljuk di Asia Kecil satu persatu melepaskan diri dari
genggaman Turki Usmani. Hal ini berlangsung sampai pengganti Bayazid muncul.
Sultan Muhammad I bin Bayazid
(816-824 H/ 1403-1421 M)
Kekalahan
Bayazid membawa akibat buruk terhadap penguasa-penguasa Islam yang semula
berada di bawah kekuasaan Turki Usmani, sebab satu sama lain berebutan, seperti
wilayah Serbia, dan Bulgeria melepaskan diri dari Turki Usmani. Suasana buruk
ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I putra Bayazid dapat mengatasinya. Sultan
Muhammad I berusaha keras menyatukan kembali negaranya yang telah bercerai
berai itu kepada keadaan semula.
Berkat
usahanya yang tidak mengenal lelah, Sultan Muhammad I dapat mengangkat citra
Turki Usmani sehingga dapat bangkit kembali, yaitu dengan menyusun
pemerintahan, memperkuat tentara dan memperbaiki kehidupan masyarakat. Akan
tetapi saat rakyat sedang m,engharapkan kepemimpinannya yang penuh kebijaksaan
itu, pada tahun 824 H (1421 M) Sultan Muhammad I meninggal.
Sultan Murad II bin Muhammad ( 824-855
H/ 1421-1451 M)
Sepeninggalannya
Sultan Muhammad I, pemerintahan diambil alih oleh Sulatan Murad II.
Cita-citanya adalah melanjutkan usaha perjuangan Muhammad I. Perjuangan yang
dilaksanakannya adalah untuk menguasai kembali daerah-daerah yang terlepas dari
kerajaan Turki Usmani sebelumnya. Daerah pertama yang dikuasainya adalah Asia
Kecil, Salonika Albania, Falokh, dan Hongaria.
Setelah
bertambahnya beberapa daerah yang dapat dikuasai tentara Islam, Paus Egenius VI
kembali menyerukan Perang Salib. Tentara Sultan Murad II menderita kekalahan
dalam perang salib itu. Akan tetapi dengan bantuan putranya yang bernama
Muhammad, perjuangan Murad II dapat dilanjutkan kenbali yang pada akhirnya
Murad II kembali berjaya dan keadaan menjadi normal kembali sampai akhir
kekuasaan diserahkan kepada putranya bernama Sultan Muhammad Al-Fatih.
Sultan Muhammad Al-Fatih (855-886
H/ 1451-1481 M)
Setelah
Sultan Murad II meninggal dunia, pemerintahan kerajaan Turki Usmani dipimpin
oleh putranya Muhammad II atau Muhammad Al-Fatih. Ia diberi gelar Al-fatih
karena dapat menaklukkan Konstantinopel. Muhammad Al-Fatih berusaha
membangkitkan kembali sejarah umat Islam sampai dapat menaklukkan
Konstantinopel sebagai ibukota Bizantium. Konstantinopel adalah kota yang
sangat penting dan belum pernah dikuasai raja-raja Islam sebelumnya.
Seperti
halnya raja-raja dinasti Turki Usmani sebelumnya, Muhammad Al-Fatih dianggap
sebagi pembuka pintu bagi perubahan dan perkembangan Islam yang dipimpin
Muhammad.Tiga alasan Muhammad menaklukkan Konstantinopel, yaitu:
Dorongan
iman kepada Allah SWT, dan semangat perjuangan berdasarkan hadits Nabi Muhammad
saw untuk menyebarkan ajaran Islam.
Kota
Konstantinopel sebagai pusat kemegahan bangsa Romawi. Negrinya sangat indah dan
letaknya strategis untuk dijadikan pusat kerajaan atau perjuangan. Usaha
mula-mula umat Islam untuk menguasai kota Konstantinopel dengan cara mendirikan
benteng besar dipinggir Bosporus yang berhadapan dengan benteng yang didirikan
Bayazid. Benteng Bosporus ini dikenal dengan nama Rumli Haisar (Benteng Rum).
Benteng
yang didirikan umat Islam pada zaman Muhammad Al-Fatih itu dijadikan sebagai
pusat persediaan perang untuk menyerang kota Konstantinopel. Setelah segala
sesuatunya dianggap cukup, dilakukan pengepungan selama 9 bulan. Akhirnya kota
Konstantinopel jatuh ke tangan umat Islam ( 29 Mei 1453 M) dan Kaitsar
Bizantium tewas bersama tentara Romawi Timur. Setelah memasuki Konstantinopel
disana terdapat sebuah gereja Aya Sofia yang kemudian dijadikan mesjid bagi
umat Islam.
Setelah
kota Konstantinopel dapat ditaklukkan, akhirnya kota itupun dijadikan sebagai
ibukota kerajaan Turki Usmani dan namanya diganti menjadi Istanbul. Jatuhnya
kota Konstantinopel ke tangan umat Islam, berturut-turut pula diikuti oleh
penguasaan Negara-negara sekitarnya seperti Servia, Athena, Mora, Bosnia, dan
Italia. Setelah pemerintahan Sultan Muhammad, berturut-turut kerajaan Islam
dipimpin oleh beberapa Sultan, yaitu:
1.
Sultan Bayazid II (1481-1512 M)
2.
Sultan Salim I (918-926 H/ 1512-1520 M)
3.
Sultan Sulaiman (926-974 H/ 1520-1566 M)
4.
Sultan Salim II (974-1171 H/ 1566-1573
M)
5.
Sultan Murad III ( 1573-1596 M)
Setelah
pemerintahan Sultan Murad III, dilanjutkan oleh 20 orang Sultan Turki Usmani
sampai berdirinya Republik Islam Turki. Akan tetapi kekuasaan sultan-sultan
tersebut tidak sebesar kerajaan-kerajaan sultan-sultan sebelumnya. Para sultan
itu lebih suka bersenang-senang., sehingga melupakan kepentingan perjuangan
umat Islam. Akibatnya, dinasti turki Usmani dapat diserang oleh tentara Eropa,
seperti Inggris, Perancis, dan Rusia. Sehingga kekuasaan Turki Usmani semakin
lemah dan berkurang karena beberapa negri kekuasaannya memisahkan
diri,diantaranya adalah:
1.
Rumania melepaskan diri dari Turki
Usmani pada bulan Maret 1877 M.
2.
Inggris diizinkan menduduki Siprus bulan
April 1878 M.
3.
Bezarabia, Karus, Ardhan, dan Bathum
dikuasai Rusia.
4.
Katur kemudian menjadi daerah kekeusaan
Persia.
KEMAJUAN TURKI USMANI
B.
ASPEK
KEKUASAAN WILAYAH
Sepeninggal
Sultan Usman pada Tahun 1326 M, Kerajaan dipimpin oleh anaknya Sultan Orkhan I
(1326-1359 M). Pada masanya berdiri
Akademi militer sebagai pusat pelatihan dan pendidikan, sehingga mampu
menciptakan kekuatan militer yang besar
dan dengan mudahnya dapat menaklukan
Sebagian daerah benua Eropa yaitu, Azmir (Shirma) tahun 1327 M, Tawasyanli 1330 M, Uskandar 1338 M, Ankara 1354 M dan
Galliopoli 1356 M.
Ketika
Sultan Murad I (1359-1389 M) pengganti orkhan naik. Ia memantapkan
keamanan dalam negri dan melakukan
perluasan ke benua Eropa dengan
menaklukan Adrianopel (yang kemudian menjadi ibu kota kerajaan baru),
Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh bagian utara Yunani. Merasa cemas dengan
kesuksesan Kerajaan Usmani, negara
Kristen Eropa pun bersatu yang di pimpin oleh Sijisman memerangi kerajaan,
hingga terjadilah pertempuran di Kosovo tahun 1389 M, namun musuh dapat di pukul
mundur dan di hancurkan.
Pada
tahun 1389 M, Sultan Bayazid naik tahta (1389-1403 M), Perluasan berlanjut dan
dapat menguasai Salocia, morea, Serbia, Bulgaria, dan Rumania juga pada tahun
1394 M, memperoleh kemenangan dalam
perang Salib di Nicapolas. Selain menghadapi musuh-musuh Eropa, Kerajaan juga
dipaksa menghadapi pemberontak yang bersekutu dengan Raja islam yang bernama
Timur Lenk di samarkand. Pada tahun 1402 M pertempuran hebat pun terjadi di
Ankara, yang pada akhirnya Sultan
Bayazid dengan kedua putranya Musa dan Erthogrol, tertangkap dan
meninggal di tahanan pada tahun 1403 M. Sebab kekalahan ini Bulgaria dan Serbia
memproklamirkan kemerdekaannya.
Setelah
Sultan Bayazid meninggal, terjadi perebutan kekuasaan di antara putra –putranya
(Muhammad, isa dan sulaiman) namun di antara mereka Sultan Muhammad I lah yang
naik tahta (1403-1421 M), di masa pemerintahannya ia berhasil menyatukan kembali kekuatan
dan daerahnya dari bangsa
mongol, terlebih setelah Timur lenk
meninggal pada tahun 1405 M.
Pada
tahun 1421 M, Sultan Muhammad meninggal dan di teruskan oleh anaknya, Sultan
Murrad II (1421-1484 M) hingga mencapai banyak kemajuan pada masa Sultan
Muhammad II/ Muhammad Al Fatih (1451-1484 M) putra Murrad II. Pada masa Muhammad II, Tahun 1453 M ia dapat
mengalahkan Bizantium dan menaklukan Konstantinopel . Setelah Beliau meninggal
di gantikan oleh putranya Sultan Bayazid II
Berbeda
dengan Ayahnya, Sultan Bayazid II (1481-1512 M) lebih mementingkan kehidupan
Tasawuf dari pada penaklukan wilayah, sebab itu muncul kontroversial akhirnya ia mengundurkan diri dan di gantikan
putranya Sultan Salim I
Pada
masa Sultan Salim I (1521-1520 M) terjadi perubahan peta arah perluasan,
memfokuskan pergerakan ke arah timur
dengan menaklukan Persia, Syiria hingga menembus Mesir di Afrika Utara yang sebelumnya di
kuasai mamluk.
Setelah
Sultan Salim I Meninggal , Muncul Putranya Sultan Sulaiman I (1520-1566 M)
sebagai Sultan yang mengantarkan Kerajaan Turki Usmani pada masa keemasannya,
karena telah berhasil menguasai daratan Eropa hingga Austria, Bulgaria, Yunani,
Yugoslavia, Albania, Hongaria dan Rumania, Afrika Utara hingga Mesir, Aljazair,
Libia, Dan Tunis. Asia hingga Persia, Amenia, Siria. meliputi lautan Hindia, Laut
Arabia, Laut Tengah, Laut Hitam. juga daerah-daerah di sekitar kerajaan seperti
Irak, Belgrado, Pulau Rodes, Tunis, Budapest dan Yaman.
ASPEK PEREKONOMIAN
Tercatat
beberapa kota yang maju dalam bidang industri pada waktu itu di antaranya :
·
Mesir sebagai pusat produksi kain sutra
dan katun
·
Anatoli selain sebagai pusat produksi
bahan tekstil dan kawasan pertanian yang subur, juga menjadi pusat perdagangan
dunia pada saat itu.[2]
ASPEK ILMU PENGETAHUAN
a.
Tempat pendidikan
Secara
umum pada masa dinasti usmaniyah tidak terlalu memfokuskan perhatian terhadap
ilmu pengetahuan, sehingga mengakibatkan Bidang ilmu pengetahuan kurang begitu menonjol, tidak seperti Dinasti islam sebelumnya, akan tetapi ada
beberapa titik kemajuan yang terlihat yaitu pada masa sultan Muhammad al-fatih.
Pada
masa sultan alfatih, ilmu pengetahuan memdapat cukup perhatian, sehingga pada
masa itu tampak kemajuannya, terbukti dengan tersebarnya sekolah-sekolah
dan akademisi-akademisi di semua kota
besar ataupun kecil, demikian pula dengan desa-desa terpencil. Disamping itu
semua sekolah-sekolah dan akademisi-akademisi telah terorganisir, berjenjang
dan memiliki kurikulum serta bersistem
jurusan.
Disamping
pembangunan sekolah-sekolah dan akademisi-akademisi kepedulian akan ilmu pengetahuan
juga terlihat dari perpustakaan-perpustakaan yang dibangun di sekitar sekolah
dimana pengelolaan perpustakaan tersebut sangat tertib, terbukti dengan
keteraturan catatan peminjan.[3]
b.
Penerjemahan kitab-kitab
Pada
masa sultan al-fatih telah dilakukan penerjemahan khazanah-khazanah lama dari
bahasa yunani, latin, Persia dan arab kedalam bahasa turki, salah satu buku
yang diterjemahkan adalah masyahir al-rijal (orang-orang terkenal) karya
poltark, buku-buku lainnya yang diterjemahkan ke bahasa turki adalah buku
karangan abu al-qasim al-zaharowi al-andalusi, seorang ahli kedokteran yang
berjudul al-tashrif fi al-thibbi. Buku ini kemudian diberi tambahan pembahasan
alat-alat untuk bedah dan posisi pasien tatkala terjadi operasi bedah[4].
RUNTUHNYA KERAJAAN TURKI USMANI
Faktor-Faktor Keruntuhan Khilafah
Utsmaniyah (974-1171 H/1566-1757 M)
Kenaikan
Sultan Salim II (1566-1574) telah dianggap sebagai permulaan keruntuhan Turki
Utsmani dan berakhrnya zaman keemasannya.
Hal
ini ditandai dengan melemahnnya semangat perjuangan prajurit utsmani yang
menyebabkan sejumlah kekalahan dalam pertempuran menghadapi mmusuh-musuhnya.
Pada tahun 1663 , tentara utsmani menderita kekalahan dalam penyerbuan
hongaria. Tahun 1676 turki kalah dalam pertempuran di Mohakez, Hungaria dan
menandatangani perjanjian karlowits pada tahun 1699 yang berisi pernyataan
seluruh wilayah Hungaria, sebagian besar Slovenia dan Croasia kepada penguasa
Venetia.[5]
Pada
tahun 1774, penguasa Utsmani, Abdul Hamid menandatangani perjanjian dengan Rusia
yang berisi pengakuan kemerdekaan Crimenia dan penyerahan benteng-benteng
pertahanan di laut hitam serta memberikan izin kepada rusia untuk melintasi
selat antara laut hitam dengan laut putih[6]
Apabila
dikategorikan, maka faktor-faktor keruntuhan kerajaan turki usmani adalah:
a.
Faktor internal
· Karena luas wilayah kekuasaan serta
buruknya system pemerintahan, sehingga hilangnya keadilan, banyaknya korupsi
dan meningkatnya kriminalitas.
· Heterogenitas penduduk dan agama.
· Kehidupan istimewa yang bermegahan.
· Merosotnya perekonomian negara akibat
peperangan yang pada sebagian besar peperangan turki mengalami kekalahan.
b.
Faktor Eksternal
· Munculnya gerakan nasionalisme.
Bangsa-bangsa yang tunduk pada kerajaan turki selama berkuasa, mulai menyadari
kelemahan dinasti tersebut. Kemudian ketika turki mulai lemah mereka bangkit
untuk melawannya.
· Terjadinya kemajuan teknologi di barat
khususnya bidang persenjataan. Turki selalu mengalami kekalahan karena mereka
masih menggunakan senjata tradisional, sedangkan wilayah barat seperti eropa
telah menguunakan senjata yang lebih maju lagi.
Melihat
faktor-faktor yang menyebabkan kehancuran turki tersebut, hal ini berawal dari
orang-orang arab yang menghadapi orang-orang utsmaniyah, mereka berada dalam
dilema yaitu mereka di sisi lain ingin menghormati turki sebagai cerminan
persatuan kaum muslimin, di sisi lain mereka mempunyai landasan berfikir ingin
memerdekakan diri dari kerajaan turki tersebut.[7]
ANALISIS
Dalam
kurun waktu 6 abad berkuasa, kerajaan turki usmani telah diakui oleh sejarah
sebagai kerajaan islam terbesar dan terlama disbanding dengan kerajaan islam
lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal penting sehingga kerajaan ini
mampu bertahan sedemikian lamanya. Penulis ingin menganalisis dari bebagai
aspek, yaitu:
Sistem
sosial masyarakat, salah satu kunci kesuksesan dan keberhasilan turki usmani
adalah adanya persatuan di antara masyarakatnya yang begitu banyak, (pada tahun
1520 jumlah penduduk kerajaan turki usmani adalah 11,692,480 peduduk).
Persatuan ini oleh pemerintah diwadahi dalam bentuk organisasi keagamaan
bernama millet. Millet adalah kelompok agama yang diperbolehkan membangun
komunitasnya sendiri di bawah peraturan dan perlindungan kerajaan turki usmani.
pluralitas yang diberikan pada rakyatnya mampu memberikan rasa persatuan bagi
rakyat dari berbagai wilayah yang ditaklukannya sehingga, semua masyarakatnya
bersatu. Namun pada akhirnya sistem ini runtuh bersamaan dengan munnculnya
paham nasionalisme yang disebarkan oleh bangsa barat, yang memang bertujuan
menyerang dari dalam masyarakatnya. Sehingga setiap wilayah / kerajaan kecil
yang ditaklukannya mulai memberontak dari dalam atas semangat nasionalisme
mereka, masyarakat kerajaan turki usmani pun kemudian terpecah belah, setelah
sebelumnya bersatu, bahkan kerajaan turki usmani mendapat julukan “The Sickman
Europe” (Orang Eropa yang sakit). Hal ini kemudian ingin dihilangkan dengan
memberikan paham pan-turkisme, paham untuk menyatukan seluruh masyrakat turki,
namun paham ini tidak bisa diterima rakyat, berlanjut dengan paham
pan-islamisme oleh Sultan Abdul Hamid II, paham yang menyerukan umat islam
bersatu secara politik, persatuan ini diwujudkan berupa pengakuan sultan turki
usmani sebagai khalifah umat islam, gagasan ini berhasil mendapat simpati umat
islam untuek beberapa tahun. Namun perlawanan barat tidak berhenti sampai di
situ, kartu As terakhir mereka adalah mengusung paham demokrasi yang kemudian
mengakhiri kerajaan turki usmani dan memunculkan republik turki yang dipelopori
oleh Mustafa kemal attaturk.
Kekuatan
militer, berbeda dengan kerajaan-kerajaan islam sebelumnya, kerajaan turki
usmani, mulai dari raja pertamanya Usman hingga raja terhebatnya Sulaiman Al
Qanuni, lebih memfokuskan pada perkembangan militer. Hal ini dikarenakan bangsa
turki terkenal sebaga bangsa yang berdarah militer, sehingga semangat
militernya sangat kuat, untuk itu sebagian besar APBN kerajaan dipergunakan
untuk membiayai prajurit perang daripada untuk keperluan lain, seperti agama,
ilmu pengetahuan dan lain-lain. Bahkan untuk memperbanyak prajurit, raja kedua
turki usmani, Orkhan mengangkat Bangsa-bangsa non-Turki sebagai prajurit,
bahkan anak-anak Kristen yang masih kecil diasramakan dan dibimbing dalam
suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan
terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan Jenissari atau
Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Usmani menjadi mesin
perang yang paling kuat, dan memberikan dorongan yang amat besar dalam
penaklukkan negeri-negeri non muslim. Hal ini menjadikan kerajaan ini lebih
kuat dibandingkan kerajaan-kerajaan lain, sehingga semakin banyak wilayah yang
ditaklukkan maka semakin banyak pula prajurit-prajurit baru yang dapat dilatih untuk
dijadikan tentara islam. Jadilah kerajaan turki usmani kerajaan yang hebat dan
berwilayah yang luas.
Sistem
pemerintahan, saat wilayah semakin luas, tentunya sistem pemerintahan harus
hebat juga, dalam mengelola wilayah yang luas sultan-sultan Turki Usmani
senantiasa bertindak tegas. Sulaiman Al Qanuni menerapkan sistem pemerintahan
pembagian wilayah kekuasaan, sehingga dalam struktur pemerintahan, sultan
sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh shadr al-a’zham (perdana menteri),
yang membawahi pasya (gubernur). Gubernur mengepalai daerah tingkat I. Di
bawahnya terdapat beberapa orang al-zanaziq atau al-’alawiyah (bupati). Hal ini
menjadikan kerajaan turki usmani pada masa sulaiman Al-Qanuni bisa mengatur
wilayah yang sedemikian besarnya.
Ilmu
pengetahuan, meskipun kerajaan turki usmani hebat dalam hal sistem militer dan
sistem pemerintahan, namun mereka tidak terlalu memperhatikan ilmu pengetahuan,
yang sebenarnya bisa lebih memperkuat tenaga militer. APBN Negara sebagian
besar dipergunakan untuk membiayai pendidikan militer bangsa-bangsa non-turki
untuk dijadikan prajurit islam yang kuat, sehingga hanya sedikit yang
dipergunakan untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini merupakan kelemahan
tersendiri bagi mereka. Berbeda dengan kerajaan-kerajaan barat yang lebih
memfokuskan perhatian pada ilmu pengetahuan, sehingga perkembangan ilmu
pengetahuannya berkembang pesat, yang kemudian memperkuat militer dengan
senjata-senjata api baru, yang tidak dimiliki oleh turki usmani. ketika bangsa
turki usmani diserang oleh bangsa barat dengan senjata baru mereka, bangsa
turki usmani mulai kekualahan. Sehingga pasca kehebatan dan wilayahnya yang
luas, sedikit demi sedikit kerajaan ini mulai digerogoti, baik dari luar
kerajaan maupun dari dalam kerajaan (pemberontak).
Munculnya
kaum elit, bahwa raja-raja setelah sulaiman al qanuni, kurang bisa mengatur
pemerintahannya, bahkan ditambah lagi munculnya kaum elit kapitalis di wilayah
pemerintahan, sehingga individualitas antar pemimpin dan golongan-golongan elit
semakin tumbuh, yang berlanjut dengan penumpukan harta umtuk kepentingan
masing-masing, hal ini dimanfaatkan oleh Negara-negara yang telah dikuasainya
untuk memerdekakan diri, mereka tidak mau lagi dimanfaatkan tenaganya oleh
bangsa turki untuk dijadikan tentara, disamping itu serangan-serangan barat
pada wilayah terluar kerajaan juga semakin memperburuk suasana pemerintahan,
anggaran dana yang seharusnya dipergunakan untuk memperkuata pertahanan militer
Negara sebagian besar dikuasai dan dimonopoli oleh kaum elit kerajaan, hal ini
mengakibatkan semangat berperang prajurit melemah karena tidak adanya dana
untuk peperangan yang memadai, sehingga perlahan-lahan wilayah kerajaan mulai
mengalami penyusutan, hingga pada tahun 1924 kerajaan turki usmani berubah
menjadi republik turki.
KESIMPULAN
Kerajaan
turki utsmani merupakan kerajaan yang dipimpin oleh 40 sultan. Pada abad
pertengahan memang masa yang paling bersejarah bagi bangsa arab, bahkan
kemunduran bagi bangsa barat, dalam segi pandang kerajaan, kekuasaan wilayah adalah
yang terpenting. Turki utsmani yang memimpin selama kurang lebih 6 abad
memberikan bukti kejayaannya sampai ke Eropa, akan tetapi dari stagnanisasi
bangsa utsmani mereka lebih memajukan kemiliteran mereka dari pada
pendidikannya, bagi mereka kemiliterannya adalah satu hal yang terpenting yang
harus dimiliki leh seorang pemimin, dengan orientasi penalukan konstantinopel,
membuat mereka menjadi bersemangat untuk menjadikan kerajaan turki utsmani
menjadi symbol kejayaan islam.
Penyimpangan
orientasi mereka ini membuat terlena dengan keluasan wilayah sehingga membuat
mereka meninggalkan perkembangan pendidikan mereka. Berbeda dengan bangsa Eropa
yang telah mengugguli mereka, kemunduran kerajaan turki utsmani ini terlihat
dari bagian bagian wilayah yang dikuasai oleh turki utsmani ini mulai tergerak
ingin merubah hidupnya menjadi yang lebih baik dan muncul paham kapitalisme
individual sehingga sebagian mereka ingin melepaskan diri. Tampaknya pengaruh barat mulai mendapatkan
hasil dengan kelemahan kerajaan turki ini, dan terlahir paham-paham yang ingin
membebaskan, sehingga paham turki sendiri tidak dapat menghalangi mereka.
PENUTUP
Demikianlah
makalah ini kami buat, kami menyadari tentunya makalah ini tak lepas dari
kesalahan-kesalahan, baik itu kesalah tulisan atau kesalahan materi, oleh
karena itu kritik dan saran yang membangun dari segenap pembaca dan dosen senantiasa kami harapkan, demi kesempurnaan penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
C.E. Bosworth,
Dinasti-dinasti Islam,(Bandung: Mizan, 1980),
Edyar, Busman
dan Ilda Hayati, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta, Pustaka Asatruss,2009).
Hitti, Philip K.
History of the Arabs, (London: The Mac Millan Press, 1974),
Nasution, Harun.
Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang,
1996),
Syalabi, Ahmad.
Sejarah dan Kebudayaan Islam Imperium Turki Usmani, (Jakarta: Kalam Mulia,
1988)
Yatim, Badri.
Sejarah Peradaban Islam, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003
Al Usairi,
Ahmad, terjemah Tarikhl Al Islamiy “Sejarah Islam”, Akbar, Jakarta 2008
Syalaby,Ali
Muhammad, Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah,pustaka Al kautsar, Jakarta
2008.
[1] Ahmad Al
usairy, terjemah “tarikh al islamiy”sejarah islam , akbar, Jakarta:2008
[2] Busman
Edyar, Ilda Hayati, Sejarah Peradaban Islam,(Jakarta, Pustaka Asatruss,2009) Hal.147
[3] Lihat
Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Usmaniyah hal. 180
[4] Lihat
Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Usmaniyah hal. 184
[5] Adjit Tohir
, loc cit hal. 180
[6] ibid
[7] Ahmad al
usairy , sejarah islam . hal 370
No comments:
Post a Comment