Saturday, January 6, 2018

FILSAFAT ILMU

BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar Belakang
Setiap hitungan waktu yang telah dilewati oleh manusia merupakan bagian dari masa lalu. Sehingga, dapat dikatakan bahwa sejarah dan kehidupan manusia tidak dapat dipisahkan. Istilah sejarah mungkin sudah sangat dekat dengan telinga kita. Hal inidisebabkan karena sejak duduk dibangku sekolah dasar kita sudah diperkenalkan dengan sejarah. Umumnya sejarah dikenal sebagai informasi mengenai kejadian yang sudah lampau.
Sejarah dapat dilihat dari segi kronologis dan geografis. Untuk itu, bisa dilihat dengan kurun waktu dimana sejarah itu terjadi. Dalam setiap periode sejarah pekembangan ilmu pengetahuan menampilkan ciri khas atau karakteristik tertentu. Tetapi dalam pembagian periode ada perbedaan dalam jumlahnya.
Mempelajari dan mencermati jalan pemikiran para filsuf dan meletakannya sebagai pisau analisis untuk memecahkan masalah kehidupan yang berkembang dalam kehidupan kongkrit, sejauh pemikiran itu memang relevan dengan situasi dan kondisi yang kita hadapi.[1]
Pembahasan makalah ini dititik beratkan pada perkembangan filsafat ilmu Barat. Karena memang selama ini yang terlihat sebagai sentral adalah filsafat barat. Tetapi di lain sisi, juga akan menampilkan sejarah perkembangan ilmu dari dunia Timur yang telah memberi kontribusi terhadap perkembangan ilmu. Sehingga bisa diketahui bahwa semua ini adalah rangkaian sejarah dan peradaban manusia yang telah terjadi, dan membawa dampak bagi perkembangan ilmu.
1.             Rumusan Masalah
Bagaimana proses perkembangan ilmu dari zaman pra-Yunani Kuno, hingga zaman Kontemporer.





2.             Tujuan Pembahasan
Mengetahui dengan jelas proses perkembangan ilmu dari zaman Yunani Kuno, hingga zaman Kontemporer.

BAB II
PEMBAHASAN
1.             Zaman Pra Yunani Kuno
Pada zaman ini bisa diruntut jauh bahkan jauh sebelum abad ke-15 SM antara empat juta tahun sampai 20.000 tahun SM. Pada zaman ini telah mempunyai beberapa ciri khas, di antaranya adalah menggunakan alat-alat sederhana yang dibuat dari batu    dan tulang, mengenal cocok taman dan beternak, dan dalam kehidupan sehari-hari didasari dengan pengamatan primitif menggunakan sistem “trial and error” (mencoba-coba dan salah). Setelah ratusan ribu tahun semua pnemuan itu menjadi mapan dan dapat diulangi berkesinambungan. Dengan demikian berkembang menjadi know how, walaupun tidak diketahui sebabnya, yang diawriskan kepada generasi selanjutnya .[2]
Warisan pengetahuan berdasarkan know how yang dilandasi pengalaman empirik merupakan salah satu ciri pada zaman ini. Setelah tahun 15.000 SM manusia sudah mulai meninggalkan “tulisan” yang membicarakan sendiri peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa itu, sehingga zaman ini sudah dinamakan masa sejarah.[3]

2.             Zaman Yunani Kuno (Abad 7-2 SM)
Zaman Yunani Kuno di pandang sebagai zaman keemasan filsafat, karena pada zaman ini orang memiliki kebebasan untuk mengungkapkan ide-ide atau pendapatnya. Yunani pada masa itu dianggap sebagai gudang ilmu dan filsafat, karena bangsa Yunani pada masa ini tidak lagi mempercayai mitologi-mitologi. Pada zaman ini banga Yunani menggunakan sikap an inquiring attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis), dan  tidak menerima pengalaman yang didasarkan pada sikap “receptive attitude mind (sikap menerima begitu saja).[4] Sikap kritis inilah yang menjadikan bangsa Yunani tampil sebagai ahli pikir sepanjang masa. Beberapa tokoh yang terkenal pada masa ini antara lain:
1.             Thales (624-548 SM) adalah filsuf pertama sebelum masa Sokrates. Menurutnya, zat utama yang menjadi dasar segala materi adalah air, karena tidak ada kehidupan tanpa air. Pada masanya ia menjadi filusuf yang mempertanyakan isi dasar alam[5].

2.             Pythagoras (582 SM496 SM) ia dikenal sebagai filsuf dan juga ahli ilmu ukur. Pythagoras pada masa itu sudah mengatakan bahwa bumi itu bundar dan tidak datar. Pythagoras pada masa itu juga menyusun suatu lembaga pendidikan yang disebut Pythagoras Society. Selain itu, dalam ilmu ukur dan aritmatika ia berhasil menyumbang teori tentang bilangan, pembentukan benda, dan menemukan hubungan antara nada dengan panjang dawai.

3.             Socrates (470 SM399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani dan merupakan salah satu figur tradisi filosofis Barat yang paling penting. Socrates lahir di Athena. Ia tidak meninggalkan tulisan sebagai karyanya. Tetapi pemikiranya dikenal melalui tulisan yang dibuat oleh muridnya, yaitu Plato. Sedangkan Sokrates sendiri mempunyai metode sendiri yang dikenal dengan “Maieutike Tekhne” yang merupakan metode dialetika untuk melahirkan kebenaran.[6]

4.             Demokritos (460-370 SM) ia dikenal sebagai Bapak Atom pertama, karena Demokritus inilah yang memperkenalkan konsep atom. Ia menjelaskan bahwa alam semesta ini sesungguhnya terdiri dari atom-atom. Atom adalah materi terkecil yang tidak dapat dibagi-bag lagi[7]. Bentuk atom bermacam-macam dan terus bergerak tanpa ketentuan. Terjadilah benturan-benturan, pusaran-pusaran pergerakan. Dari jumlah atom dan pusaran lahirlah benda-benda. Di luar benda-benda itu hanya kehampaan.[8]

5.             Plato (427 SM347 SM) ia adalah murid Socrates dan guru dari Aristoteles. Konsep yang dikembangkan oleh Plato ini bertitik tolak dari perdebatan dari konsep yang diusun oleh Parminedes yang menganggap sesuatu realitas itu berasal dari satu hal (The One) yang tetap, tidak berubah, sedangkan yang dikemukakan oleh Heraklitos yang bertitik tolak dari hal yang banyak (The Many) yang selalu berubah. Sebagaimana yang dikutip oleh Tim Dosen Filsafat Ilmu Fakultas Filsafat UGM dalam makalahnya A.H. Bakker bahwa  Plato yang mengangkat problem the one and the many melihat bahwa kedua hal ini kesatuan dan keanekaragaman, terpisah dan menjadi dua dunia, yakni dunia ide dan dunia bayangan. Dunia real dengan kejamakan atau keanekaragaman hanya merupaka dunia bayangan, sedangkan yang benar-benar ada dan menjamin kesatuan adalah dunia ide utama, yaitu ide kebaikan.[9]

6.             Aristoteles (384 SM322 SM). Puncak kejayaan filsafat Yunani terjadi pada masa Aristoteles, ia murid Plato, seorang filosof yang berhasil menemukan pemecahan persoalan-persoalan besar filsafat yang dipersekutukannya dalam satu sistem; logika, matematika, fisika, dan metafisika. Logika Aristoteles berdasarkan pada analisis bahasa yang disebut silogisme. Pada dasarnya silogisme terdiri dari tiga premis:
1.    Semua mahluk hidup pasti mati
2.    Manusia termasuk mahluk hidup
3.    Manusia pasti juga akan mati.[10]


3.             Zaman Pertengahan (Abad 2-14 M)
Zaman ini disebut dengan zaman kegelapan (Dark Ages). Zaman ini ditandai dengan tampilnya pada Theolog di lapangan ilmu pengetahuan. Sehingga para ilmuwan yang ada pada zaman ini hampir semua adalah para Theolog. Begitu pula dengan aktifitas keilmuan yang mereka lakukan harus berdasar atau mendukung kepada agama. Ataupun dengan kata lain aktivitas ilmiah terkait erat dengan aktivitas keagamaan. Pada zaman ini filsafat sering dikenal dengan sebagai Anchilla Theologiae (Pengabdi Agama). Namun harus diakui bahwa banyak temuan dalam bidang ilmu yang terjadi pada masa ini.

Peradaban dunia Islam, terutama pada zaman Bani Umayah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad 7 Masehi 8 abad sebelum Galileo Galilei dan Copernicus. Sedangkan kebudayaan Islam yang menaklukan Persia pada abad 8 Masehi, telah mendirikan sekolah kedokteran dan astronomi di Jundishapur. Pada Zaman keemasan kebudayaan Islam, dilakukan berbagai penerjemahan berbagai karya Yunani dan bahkan Khalifah Al-Makmun telah mendirikan rumah kebijaksanaan pada abad 9 Masehi. Pada zaman pertengahan ini pula, ketika Eropa berada dalam zaman kegelapan (Dark Age), peradaban dunia Islam berada pada zaman keemasan (Golden Age).
Lima cirri yang menandai kemajuan pada masa itu:
  1. Universalisme (universalisme)
  2. Tolerance (toleransi)
  3. International character of the market (pasar yang bertarap internasional)
  4. Respect for science and scientist (pebghargaan terhaap ilmu dan ilmuan)
  5. The Islamic nature of both the ends and means of science (tujuan dan sarana ilmu yang bersifat islami).

Al-kwarizmi menyusun buku Aljabar pada tahun 825 M, yang menjadi buku standar beberapa abad lamanya di eropa. Ia juga menulis buku tentang perhitungan biasa (Arithemetics), yang menjadi pembuka jalan pengguna cara decimal di Eropa untuk menggantikan tulisan  Romawi.
Omar Khayam (1043-1132 M) seorang penyair sekaligus ahli perbintangan dan ahli matematika telah menemukan pemecahan persamaan pangkat tiga. Namun pemecahannya berdasarkan planemetri dan potongan-potongan krucut. Ia juga menemukan soal matematik yang belum terpecahkan samapi sekarang, yaitu bilangan A3 ditambah dengan bilangan B3 yang tidak mungkin sama dengan bilangan C3.
Sekitar tahun 600-700 M  obor kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban dunia Islam. Dalam lapangan kedokteran muncul nama-nama terkemal seperti: Al-Razi (850-923) dan Ibnu Sina (989-1037), mengarang suatu encyclopedia ilmu kedokteran dengan judul Contiens, Ibnu Sina telah menulis buku-buku kedokteran (Al-Qanun) yang telah menjadi buku standar dalam ilmu kedokteran di Eropa. Abu’l Qasim menulis ensiklopedi kedokteran, yang antara lain menelaah ilmu bedah serta peralatan yang dipakai pada masa itu. Ibnu Rushd (1126-1198) seorang ahli kedokteran yang menerjemahkan dan mengomentari karya-karya Aristoteles. Al-Idrisi (100-1166) telah membuat 70 peta dari daerah yang pada masa itu untuk disamapaikan pada raja Rojer II dari kerajaan Sicilia[11].

4.             Zaman Renaissans (14-16 M)
Pada zaman ini berbagai gerakan bersatu untuk menentang pola pemikiran abad pertengahan yang dogmatis, sehingga melahirkan suatu perubahan revolusioner  dalam pemikiran manusia dan membentuk suatu pola pemikiran baru dalam filsafat.
Pemikir renaissans yang dapat dikemukakan dalam tulisan ini antara lain: Nicolaus Copernicus (1473-1543) dan Francis Bacon (1561-1626). Copernicus adalah seorang tokoh gerejani yang ortodoks, ia menemukan bahwa matahari berada di pusat jagad raya, dan bumi memiliki dua macam gerak, yaitu perputaran sehari-hari pada porosnya dan gerak tahunan menelilingi matahari. Teorinya ini disebut “Heliosentrisme” dimana matahari adalah pusat jagad raya, bukan bumi sebagaimana yang dikemukakan oleh Ptolomeus yang diperkuat oleh Gereja. Teori Ptolomeus ini disebut “Geosentrisme”, bumi adalam pusat jagad raya. Teori Copernicus ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam semesta, terutama astronomi. Bacon adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari zamannya dengan menjadi perintis filsafat ilmu pengetahuan. Ungkapan Bacon yang terkenal adalah knowledge is power “pengetahuan adlah kekuasaan”[12].
Penemuan ilmu pengetahuan modern sudah mulai dirintis pada zaman renaissance. Ilmu pengetahuan yang berkembangan pada masa ini adalah bidang astronomi. Tokoh-tokoh yang terkenal seperti Roger bacon, Copernicus, Johannes Keppler, Galileo Galilei, berikut cuplikan pemikiran para filsuf tersebut :
  1. Roger Bacon (1214-1294) ia berpendapat bahwa pengalaman (empirik) menjadi landasan utama bagi awal dari ujian akhir bagi semua ilmu pengetahuan. Matimateka merupakan syarat utama untuk mengelola semua ilmu pengetahuan. Bacon adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari zamannya dengan menjadi perintis filsafat ilmu pengetahuan. Ungkapan Bacon yang terkenal adalah Knowledgeis power (pengetahuan adalah kekuasaan)
  2. Copernicus (1473-1543) ia mengatakan bahwa bumi dan planet semuanya mengelilingi matahari sehingga matahari menjadi pusat (heliosentrisisme) pendapat ini berlawanan dari pendapat umum yang berasal dari Hipparchus dan Ptolomeus yang menganggap bahwa bumi sebagai pusat alam semesta (goesentrisme) Copernicus adalah seorang tokoh Gerejani yang ortodoks. Teori Copernicus ini melahirkan revolusi pemikiran tentang alam semesta terutama astronomi.
  3. Tycho Brahe (1545-1601) ia tertarik pada system astronomi baru yang diperkenalkan oleh Copernicus. Ia membuat alat-alat berukuran besar untuk mengamati benda-benda angkasa ecara lebih teliti. Pada tahun 1572 Brahe mengamati munculnya bintang baru di gugusan Cassiopeia, yaitu bintang yang cemerlang selama 16bulan sebelum padam lagi. Bintang itu dinamakan Nova atau Supernova, yang sangat tergantung dari besarnya dan masanya.
  4. Johannes Keppler (1571-1630) ia menemukan tiga buah hukum yang melengkapi penyelidikan Brahe sebelumnya yaitu :
a.    Bahwa gerak benda angkasa itu ternyata bukan bergerak mengikuti lintasan circle namun gerak itu mengikuti elips. Orbit semua planet berbentuk elips.
b.    Dalam waktu yang sama garis penghubung antara planet dan matahari selalu melintasi bidang yang luasnya sama.
c.    Dalam penghitungan matematika terbukti bahwa bila jarak rata-rata dua planet A dan B dengan matahari adalah x dan y sedangkan waktu untuk melintasi orbit masing-masing adalah P dan Q maka P2 :Q2 = X3 : Y3.
Galileo Galilei (1546-1642) ia menerima pendapat Keppler tentang prinsip tata surya  yang heliosentris serta hokum-hukum yang ditemukan Keppler membuat sebuah teropong bintang yang terbesar pada masa itu dan mengamati beberapa peristiwa angkasan secara langsung.ia menemukan beberapa peristiwa penting dalam bidang astronomi. Ia melihat bahwa planet venus dan marcurius menunjukkan perubahan-perubahan seperti halnya bulan, sehingga ia menyimpulkan bahwa planet-planet tidaklah memancarkan cahaya sendiri, melainkan hanya memantulkan cahaya dari matahari[13].

6.             Zaman Modern (17-19 M)
Filsafat Barat modern yang kelahirannya di dahului oleh suatu peride yang disebut dengan ‘renaissans’ dan dimatanglan oleh gerakan Aufklaerung di abad ke-18 itu, di dalamnya mengandung dua hal yang sangat penting. Pertama, semakin berkurangnya kekuasaan Gereja. Kedua, semakin bertambahnya kekuasaa ilmu pengetahuan. Pengaruh dari gerakan renaissans dan Aufklaerung itu telah menyebabkan peradaban dan kebudayaan Barat modern berkembang dengan pesat, dan semakin bebas dari pengaruh otoritas dogma-dogma Gereja.

a.             Rasionalisme
Aliran filsafat rasionalisme ini berpendapat, bahwa sumber ilmu pengetahuan yang memadai dan dapat dipercaya adalah akal (rasio). Hanya pengetahuan yang diperoleh oleh akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum dan harus mutlak, yaitu syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan lmiah. Tokoh-tokoh aliran filsafat rasionalisme ialah Descartes (1598-1650), Spinoza, dan Leibniz.

Dua hal pokok yang yang merupakan ciri dari setiap bentuk rasionalisme:
1.    Adanya pendirian bahwa kebenaran-kebenran yang hakiki itu secar langsung dapat diperoleh dengn menggunakan akal sebagai sarananya.
2.    Adanya suatu penjabaran secara logic atau deduksi yang dimaksudkan untuk memberikan pembuktian seketat mungkin lain-lain segi bagi seluruh sisa bidang pengetahuan berdasarkan atas apa yang dianggap sebagai kebenaran-kebenaran hakiki.ini adalah[14].

b.             Empirisme
Aliran empirisme pertama kali berkembang di Inggris dengan Francis Bacon sebagai pelopornya. Bacon memperkenalkan metode eksperimen dalam penyelidikan atau penelitian. Menurut Bacon, manusia melalui pengalaman dapat mengetahui benda-benda dan hokum-hukum relsi antara benda-benda. Filosofis empiris lainnya adalah Thomas Hobbes, ia juga meyakini bahwa pengenalan atau pengetahuan itu diperoleh oleh pengalaman. Selanjutnya dalam bukunya Harun Hadiwijono yang dikutip oleh Rizal Mustansyir dan  Misnal Munir, bahwa paham empirisme ini kemudian dikembangkan oleh David Hume (1611-1776), ia menegaskan bahwa sumber satu-satunya untuk memperoleh pengetahuan adalah pengalaman, dan ia sangat menentang kaum rasionalisme ang berlandaskan pada prinsip apriori, yang bertitik tolak dari ide-ide bawaan. Ia mengajarkan bahwa manusia tidak membawa pengetahuan bawaan ke dalam  hidupnya. Sumber pengetahuan adalah pengamatan, melalui pengamatan ini manusia memperoleh dua hal yaitu: kesan-kesan (impression) dan pengertian-pengertian (ideas)[15]

c.    Kritisisme
     Seorang filsuf besar Jerm an yang bernama Immanuel Kant (1724-1804) telah melakukan usaha untuk menjebatani pandangan-pandanga yang saling bertentangan yaitu antara rasionalisme dan empirisme.
Dalam bukunya Hammersma (Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern) yang dikutip oleh Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, bahwa untuk menyelesaikan perbedaan pandangan antara rasionalisme dan empirisme ini, Kant mengemukakan bahwa pengetahuan itu seharusnya sintetis a priori. Yang dimaksud dengan pengetahuan yang sintetis apriori ini adalah pengetahuan bersumber dari rasio dan empiri yang sekaligus bersipat apriori dan aposteriori. Disini akal budi dan pengalaman dan inderawi dibutuhkan serentak. Selanjutnya Kant mengatakan bahwa pengetahuan selalu bersifat sintetis. Pengetahuan inderawi misalnya merupakan sintetis hal-hal dari luar dan dari bentuk-bentuk ruang dan waktu di dalam saya. Sedangkan pengetahuan dari akal merupakan sintetis dari data inderawi dan sumbangan dari kategori-kategori.[16]

d.   Idealisme
Bagi Hegel (1770-1831), pikiran adalah esensi dari alam dan alam adalah keseluruhan jiwa yang diobyektifkan. Alam adalah proses pemikiran yang memudar, yang adalah juga akal yang mutlak (absolute reson) yang mengekspresikan dirinya dalam bentuk luar. Oleh karena itu menurut Hegel hukum-hukum pikiran merupakan hukum-hukum realitas. Sejarah adalah cara zat yang mutlak (Absolut) itu menjelma dalam waktu dan pengalaman manusia. Oleh karena itu alam itu satu, dan bersifat mempunyai maksud serta berpikir, maka alam itu berwatak pikiran. Jika kita memikirkan keseluruhan tata tertib yang mencakup in-organik, organic, tahap-tahap keberadaan spiritual dalam suatu tata tertib yang mencakup segala-galanya, pada waktu itulah kita membicarakan yang tentang yang mutlak, jiwa yang mutlak atau Tuhan[17].

e.    Positivisme
Pendiri dan sekaligus tokoh terpenting dari aliran filsafat positivism adalah August Comte (1798-1857). Filsafat Comte anti metafisis, ia hanya menerima fakta-fakta yang ditemukan secara positif-ilmiah. Dan menjauhkan diri dari semua pertanyaan yang mengatasi bidang ilmu-ilmu positif. Semboyan Comte yang terkenal adalah savoir pour prevoir (mengetahui supaya siap untuk bertindak, artinya manusia harus menyelidiki gejala-gejala dan hubungan-hubungan antara gejala gejala ini supaya ia dapat meramalkan apa yang terjadi.
Filsafat positivism Comte disebut juga faham empirisme-kritis, bahwa pengamatan dengan teori berjalan seiring. Bagi Comte pengamatan tidak mungkin dilakukan tanpa melakukan penafsiran atas dasar sebuah teori dan pengamatan juga tidak mungkin dilakukan secara “terisolasi”, dalam art harus dikaitkan dengan suatu teori. Metode posistif August Comte juga menekankan pandangannyapada hubungan antara fakta yang satu dengan fakta yang lain. Baginya persoalan filsafat yang penting bukan masalah hakikat atau asal-mula pertama dan tujuan akhir gejala-gejala. Melainkan bagaimana menghubungkan antara gejala yang satu dengan gejala yang lain.

f.     Marxime
     Pendiri aliran filsafat ini adalah Karl Max (1818-1883). Filsafat Marx adalah perpaduan antara metode dialektika Hegel dan filsafat materialism Feurbach. Marx terutama mengkritik Hegel yang menurutnya berjalan atas kepalanya, oleh karena itu filsafat ini harus diputarbalikan. Filsafat abstrak harus ditinggalkan, karena teori, interpretasi, spekulasi dan sebagainya tidak menghasilkan perubahan dalam masyarakat.

     Pemikiran Marx menghubungkan dengan sangat erat ekonomi dengan filsafat. Bagi Marx masalah filsafat bukan hanya masalah pengetahuan dan masalah kehendak murni yang utama, melainkan masalah tindaka. Para filosof menurut Marx selama ini hanya menafsirkan dunia dengan berbagai cara, namun menurutnya yang terpenting adalah mengubahnya. Hal yang perlu diubahnya ialah keadaan masyarakat yang tertindas oleh kaum borjuis dan kapitalos yang menghisap kaum proletar. Oleh karena itu menurut Marx kaum proletar harus merebut peranan kaum borjuis dan kapitalis itu melalui revolusi[18].

6.    Zaman Kontemporer (Abad ke-20 dan Seterusnya)
     Perkembangan filsafat abad ke-20 juga ditandai oleh munculnya berbagai aliran filsafat seperti neo-thomisme, neo-kantianisme, neo-hegelianisme, neo-marxisme, neo-positivisme dan sebagainya. Namun demikian ada juga aliran filsafat yang baru dengan cirri dengan corak yang lain sama sekali, seperti; fenomenologi, eksistensialisme, pragmatism, strukturalisme, dan yang paling mutakhir adalah aliran postmodernime. Pada bagian ini hanya dibicarakan beberapa aliran dan tokoh yang paling berpengaruh pada abad ke-20.

    Tokoh pertama adalah Edmund Husserl (1859-1938), selaku aliran fenomenologi, ia telah mempengaruhi pemikiran filsafat pada abad ke-20 secara amat mendalam. Fenomenologi adalah ilmu pengetahuan (logos) tentang apa yang tampak (phainomenon). Fenomenologi dengan demikian adalah ilmu yang mempelajari apa yang tampak atau apa yang menampakan diri atau fenomenon. Bagi Husserl fenomen ialah relitas sendiri yang tampak, tidak ada selubunh atau tirai yang memisahkan subjek dengan realitas, realitas itu sendiri yang tampak bagi subjek. Dengan pandangan tentang fenomen ini Husserl mengadakan semacam revolusi dalam filsafat Barat[19].

    Salah seorang tokoh eksistensialisme yang popular adalah Jean Paul Sartre (1905-1980), ia membedakan rasio dialektis dengan rasio analitis. Rasio analitis dijalankan dalam ilmu pengetahuan. Rasio dialektis harus digunakan,jika kita berfikir tentang manusi, sejarah,dan kehidupan social. Rasio terakhir ini bersifat dialektis, karena terdapat identitas dialektis antara Ada dan pengetahuan. Di sini ada tidak dilahap oleh pengetahuan (seperti halnya idealism), tetapi pengetahuan termasuk Ada, artinya pengetahuan merupakan suatu proses yang berlangsung dalam Ada. Rasio ini dialektis karena objek yang diselidikinya bersifat dialektis dan juga karena ia sendiri ditentukan oleh tempatnya dalam sejarah[20].

    Tokoh berpengaruh dalam aliran filsafat strukturalisme adalah Micheal Foucault (1926-1984). Kesudahan “manusia” sudah dekat, itulah pendirian Faucault yang sudah terkenal tentang “kematian” manusia. Maksud Faucault bukannya bahwa nanti tidak ada manusia lagi, melainkan bahwa akan hilang konsep” manusia” sebagai suatu kategori istimewa dalam pemikira kita. Manusia akan kehilangan tempatnya yag sentral dalam bidang pengetahuan dan dalam kultur seluruhnya[21].

    Pada abad ke-20 ada aliran filsafat yang pengruhnya dalam dunia praksis cukup besar, yaitu aliran filsafat pragmatism. Pragmatism merupakan gerakan filsafat Amerika yang menjadi terkenal selama satu abad terakhir. Aliran filsafat ini merupakan suatu sikap, metode filsafat yang memakai akibat-akibat praktis dari pikiran dan kepercayaan sebagai ukuran untk menetapkan niai kebenaran.

   Salah seorang tokoh pragmatisme adalah William James (1842-1910), ia memandang pemikirannya sendiri sebagai kelanjutan empirisme Inggris, namun empirismenya bukan merupakan upaya untuk menyusun kenyataan berdasar atas fakta-fakta lepas sebagai pengamatan. James membedakan dua macam bentuk pengetahuan. Pertama, pengetahuan yang langsung diperoleh dengan jalan pengamatan. Kedua, merupakan pengetahuan tidak langsung yang diperoleh dengan melalui pengertian[22].

    Postmodernisme sebagai tren dari suatu pemikiran yang sangat popular pada penghujung abad ke-20 merambah ke berbagai bidang dan disiplin filsafat dan ilmu pengetahuan. Wacana postmodern menjadi popular setelah Francois Lyotard (1924) menerbitkan bukunya The Postmodern Condition: A Report on Knowledge  (1979)[23].

  
BAB III
PENUTUP
    Berdasarkan paparan singkat sejak perkembangan sejarah filsafat Barat sejak kelahirannya pada Zaman Yunani Kuno samapai abad ke-20 atau zaman Kontemporer, maka dapat ditegaskan bahwa pemikiran filsafat Barat berkembang sebagai reaksi terhadap mitos dan sikap dognatis. Reaksi terhadap mitos dan sikap dogmatis ini melahirkan pemikiran rasional, artinya suatu pendapat yang di mitoskan dan telah menjadi dogma yang beku di lawan, ditentang dan dikoreksi berdasarkan asumsi-asumsi ilmiah yang baru.
    Demikian juga halnya dengan kelahiran filsafat modern yang dirintis sejak Renaissance dan Afklaerung merupakan reaksi terhadap pemikiran filsafat abad Pertengahan yang bersifat theologies dogmatis

    Pada abad ke-20 kelahiran postomodernisme juga sebagai reaksi terhadap pemikiran modern yang juga telah merubah menjadi mitos baru. Filsafat modern yang lahir sebagai reaksi terhadap sikap dogmatis Abad Pertengahan, menurut kaum postomodernisme telah terjebak dalam membangun mitos-mitos baru. Mitos-mitos itu ialah suatu keyakinan bahwa dengan pemikiran filsafat, ilmu pengetahuan, dan aplikasinya dalam teknologi, segala persoalan kemanusiaan dapat diselesaikan. Padahal kenyataan banyak agenda kemanusiaan yang masih membutuhkan pemikiran-pemikiran baru. Di sinilah postomodernisme menggugat modernism yang telah berhenti dan berubah menjadi mitos baru.

  
Daftar Pustaka
Mustansyar, Rizal dan Munir, Misnal, 2006. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Salam, Burhanuddin., 2000. Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi. Jakarta: PT rineka Cipta.
Tim Dosen Filsafat. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta
Bakhtiar, Amsal. 2011. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.


[1] Rizal Mustansyar dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), hlm. 2.
[2] Burhanuddin Salam, Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 29-30.
[3] Tim Dosen Filsafat Ilmu, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2010), hlm. 65.
[5] [5] Ibid., hlm. 67.
[6] [6] Ibid., hlm. 68.
[7] [7] Ibid., hlm. 69.
[8] Burhanuddin Salam, Sejarah filsafat ilmu, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2000), hlm. 41.
[9] Tim Dosen Filsafat, op cit,. hlm. 71
[10] Amsal bakhtiar hlm, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2011), hlm. 30.
[11] Tim Dosen Filsafat, loc. cit,. hlm. 74-75
[12]  Rizal Mustansyar, Misnal Munir, loc. Cit. hlm. 69-70
[13] Tim Dosen Filsafat, op. cit,. hlm. 76-78
[14] Rizal Mustansyar, Misnal Munir op. cit., hlm. 74-75
[15] Ibid., hlm. 79
[16] Ibid., hlm. 83
[17] Ibid., hlm. 85
[18] Ibid., hlm. 88-89
[19] Ibid., hlm. 90-91
[20] Ibid., hlm. 92-93
[21] Ibid., hlm. 94-95
[22] Ibid., hlm. 95-96
[23] Ibid., hlm. 96

No comments: