PEMBAHASAN
A.
ASAL-USUL
KERAJAAN MUGHAL
Mughal
merupakan kerajaan Islam di anak benua India, dengan Delhi sebagai ibukotanya,
berdiri antara tahun (1526-1858 M). Dinasti Mughal di India didirikan oleh
Zahiruddin Muhammad Babur (1482-1530 M), salah satu cucu dari Timur Lenk dari
etnis Mongol, keturunan Jengis Khan. Ekspansinya ke India dimulai dengan
penundukan penguasa setempat yaitu Ibrahim Lodi dengan Alam Khan (Paman Lodi)
dan gubernur Lohere[1]. Ia berhasil munguasai Punjab dan berhasil menundukkan
Delhi, sejak saat itu ia memproklamirkan berdirinya kerajaan Mughal. Proklamasi
1526 M yang dikumandangkan Babur mendapat tantangan dari Rajput dan Rana Sanga
didukung oleh para kepala suku India tengah dan umat Islam setempat yang belum
tunduk pada penguasa yang baru itu, sehingga ia harus berhadapan langsung
dengan dua kekuatan sekaligus. Tantangan tersebut dihadapi Babur pada tanggal
16 Maret 1527 M di Khanus dekat Agra. Babur memperoleh kemenangan dan Rajput
jatuh ke dalam kekuasaannya.
Penguasa
Mughal setelah Babur adalah Nashiruddin Humayun atau lebih dikenal dengan
Humayun (1530-1540 dan 1555-1556 M)[2], puteranya sendiri. Sepanjang
pemerintahanya tidak stabil, karna banyak terjadi perlawanan dari
musuh-musuhnya. Bahkan beliau sempat mengungsi ke Persia karna mengalami
kekalahan saat melawan pemberontakan Sher Khan di Qonuj, tetapi beliau berhasil
merebut kembali kekuasaanya pada tahun 1555 M berkat bantuan dari kerajaan
safawi. Namun setahun kemudian 1556 M beliau meninggal karna tertimpa tangga
pepustakaan, dan tahta kerajaan selanjutnya dipegang oleh putranya yang bernama
Akbar.
B.
PERKEMBANGAN
DAN KEJAYAAN KERAJAAN MUGHAL
Masa
kejayaan kerajaan Mughal dimulai pada pemerintahan Akbar (1556-1506 M), dan
tiga raja penggantinya, yaitu Jehangir (1605-1628 M), Syah Jehan (1628-1658 M),
Aurangzeb (1658-1707 M). Setelah itu, kemajuaan kerajaan Mughal tidak dapat
dipertahankan oleh raja-raja berikutnya.
Akbar
mengganti ayahnya pada saat usia 14 tahun, sehingga urusan kerajaan diserahkan
kepada Bairam Khahan, seorang syi’i. Pada masa pemerintahanya, Akbar
melancarkan serangan untuk memerangi pemberontakan sisa-sisa keturunan Sher
Khan Shah yang berkuasa di Punjab. Pemberontakan lain dilakukan oleh Himu yang
menguasai Gwalior dan Agra. Pemberontakan tersebut disambut oleh Bairam Khan
sehingga terjadi peperangan dasyat, yang disebut panipat 2 tahun 1556 M. Himu
dapat dikalahkan dan ditangkap kemudian diekskusi. Dengan demikian, Agra dan
Kwalior dapat dikuasai penuh (Mahmudun Nasir,1981:265-266).
Setelah
Akbar dewasa, ia berusaha menyingkirkan Bairam Khan yang sudah mempunyai
pengaruh kuat dan terlampau memaksakan kepentingan aliran syi’ah. Bairam Khan
memberontak, tetapi dapat dikalahkan oleh Akbar di Jullandur tahun 1561 M.
Setelah
itu masa kejayaan kerajaan Mughal berhasil dipertahankan oleh putra beliau
yaitu Jehangir yang memerintah selama 23 tahun (1605-1628 M). Namun Jehangir
adalah penganut Ahlussunah Wal Jamaah, sehingga Din-i-Illahi yang dibentuk
ayahnya menjadi hilang pengaruhnya.[3]
Sepeninggalan
Jehangir pucuk kekuasaan kerajaan Mughal di pegang oleh Sheh Jehan yang
memerintah Mughal selam 30 tahun (1628-1658 M). Pada masa pemerintahanya banyak
muncul pemberontakan dan perselisihan dalam internal keluarga istana. Namun
semua itu dapat diatasi oleh beliau, bahkan beliau berhasil memperluas kekuasaanya
Hyderabat, Maratha, dan Kerajaan Hindu lain yang belum tunduk kepada
pemerintahan Mughal. Keberhasilan itu
tidak bias lepas dari peran Aurangzeb, putera ketiga dari Sheh Jehan.
Pengganti
Sheh Jehan yaitu Aurangzeb, beliau berhasil menduduki tahta kerajaan setelah
berhasil menyingkirkan para pesaingnya (saudaranya). Pada masanya kebesaran
Mughal mulai menggema kembali, dan kebesaran namanya-pun disejajarkan dengan pendahulunya
dulu, yaitu Akbar.
Adapun
usaha-usaha Aurangzeb dalam memajukan kerajaan Mughal diantaranya menghapuskan
pajak, menurunkan bahan pangan dan memberantas korupsi, kemudian ia membentuk
peradilan yang berlaku di India yang
dinamakan fatwa alamgiri sampai akhirnya meninggal pada tahun 1707 M. Selama
satu setengah abad, India di bawah Dinasti Mughal menjadi salah satu negara
adikuasa. Ia menguasai perekonomian Dunia dengan jaringan pemasaran
barang-barangnya yang mencapai Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan Cina.
Selain itu, India juga memiliki pertahanan militer yang tangguh yang sukar
ditaklukkan dan kebudayaan yang tinggi.[4]
Dengan
besarnya nama kerajaan Mughal, banyak sekali para sejarawan yang mengkaji
tentang kerajaan ini. Dan pada masa itu telah
muncul seorang sejarawan yang bernama Abu Fadl dengan karyanya Akhbar
Nama dan Aini Akhbari, yang memaparkan sejarah kerajaan Mughal berdasarkan
figure pemimpinnya. Sedangkan karya seni yang dapat dinikmati sampai sekarang
dan karya seni terbesar yang dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya
arsitektur yang indah dan masjid-masjid yang indah. Pada masa Shah jehan
dibangun Masjid Berlapis mutiara dan Taj Mahal di Agra, Masjid Raya Delhi dan
Istana Indah di Lahore (Ikram, 1967:247).
C.
KEMUNDURAN
DAN RUNTUHNYA KERAJAAN MUGHAL
Setelah
satu setengah abad dinasti Mughal berada di puncak kejayaannya, para pelanjut
Aurangzeb tidak sanggup mempertahankan kebesaran yang telah dibina oleh
sultan-sultan sebelumnya. Pada abad ke-18 M kerajaan ini memasuki masa-masa
kemunduran. Kekuasaan politiknya mulai merosot, suksesi kepemimpinan di tingkat
pusat menjadi ajang perebutan, gerakan separatis Hindu di India tengah, Sikh di
belahan utara dan Islam di bagian timur semakin lama semakin mengancam.
Sementara itu, para pedagang Inggris untuk pertama kalinya diizinkan oleh
Jehangir menanamkan modal di India, dengan didukung oleh kekuatan bersenjata
semakin kuat menguasai wilayah pantai.

Sepeninggal
Aurangzeb (1707 M), tahta kerajaan dipegang oleh Muazzam, putra tertua
Aurangzeb yang sebelumnya menjadi penguasa di Kabul.[5] Putra Aurangzeb ini
kemudian bergelar Bahadur Syah (1707-1712 M). Ia menganut aliran Syi’ah. Pada
masa pemerintahannya yang berjalan yang berjalan selama lima tahun, ia
dihadapkan pada perlawanan Sikh sebagai akibat dari tindakan ayahnya. Ia juga
dihadapkan pada perlawanan penduduk Lahore karena sikapnya yang terlampau
memaksakan ajaran Syi’ah kepada mereka.[6]
Setelah
Bahadur Syah meninggal, dalam jangka waktu yang cukup lama, terjadi perebutan
kekuasaan di kalangan istana. Bahadur Syah diganti oleh anaknya, Azimus Syah.
Akan tetapi, pemerintahannya oleh Zulfiqar Khan, putra Azad Khan, wazir
Aurangzeb. Azimus Syah meninggal tahun 1712 M an diganti oleh putranya,
Jihandar Syah, yang mendapat tantangan dari Farukh Siyar, adiknya sendiri.
Jihandar Syah apat disingkirkan oleh Farukh Siyar tahun 1713 M.
Farukh
Siyar berkuasa sampai tahun 1719 M dengan dukungan kelompok sayyid, tapi tewas
di tangan para pendukungnya sendiri (1719 M). Sebagai gantinya diangkat
Muhammad Syah (1719-1748 M). Namun, ia dan pendukungnya terusir oleh suku
Asyfar di bawah pimpinan Nadir Syah yang sebelumnya telah berhasil melenyapkan
kekuasaan Safawi di Persia. Keinginan Nadir Syah untuk menundukkan kerajaan
Mughal terutama karena menurutnya, kerajaan ini banyak sekali memberikan
bantual kepada pemberontak Afghan di daerah Persia. Oleh karena itu, ada tahun
1739 M, dua tahun setelah menguasai Persia, ia menyerang kerajaan Mughal.
Muhammad Syah tidak dapat bertahan dan mengaku tunduk kepada Nadir Syah.
Muhammad Syah kembali berkuasa di Delhi setelah ia bersedia member hadiah yang
sangat banyak keada Nadir Syah. Kerajaan Mughal baru dapat melakukan restorasi
kembali, terutama setelah jabatan wazir dipegang Chin Qilich Khan yang bergelar
Nizam Al-Mulk (1722-732 M) karena mendapat dukungan dari Marathas. Akan tetapi,
tahun 1732 M, Nizam Al-Mulk meninggalkan Delhi menuju Hiderabat dan menetap di
sana.
Konflik-konflik
yang berkepanjangan mengakibatkan pengawasan terhadap daerah lemah.
Pemerintahan daerah satu per satu melepaskan loyalitasnya dari pemerintah
pusat, bahkan cenderung memperkuat posisi pemerintahannya masing-masing.
Hiderabat dikuasai Nizam Al-Mulk, Marathas dikuasai Shivaji, Rajput
menyelenggarakan pemerintahan sendiri di bawah pimpinan Jai Singh dari Amber,
Punjab dikuasai oleh kelompok Sikh.
Adapun
sebab-sebab keruntuhan Mughal secara detail, yaitu :
1. Terjadinya stagnasi pembinaan militer
sehingga operasi militer Inggris di wilayah pantai tidak dapat dipantau.
2. Kemerosotan moral dan hidup mewah di
kalangan elite politik yang mengakibatkan pemborosan dan penggunaan uang
Negara.
3.
Pendekatan Aurengzeb yang terkesan kasar
dalam mendakwahkan agama.
4.
Pewaris tahta pada paroh terakhir adalah
pribadi-pribadi lemah.
D.
HASIL-HASIL
KEBUDAYAAN KERAJAAN MUGHAL
A.
Bidang Poitik dan Militer
Sistim yang menonjol
adalah politik Sulh-E-Kul atau toleransi universal. Sistem ini sangat tepat
karena mayoritas masyarakat India adalah Hindu sedangkan Mughal adalah Islam.
Disisi lain terdapat juga ras atau etnis lain yang juga terdapat di India.
Lembaga yang produk dari Sistim ini adalah Din-I-Ilahi dan Mansabhadari.
Dibidang militer, pasukan Mughal dikenal pasukan yang sangat kuat. Mereka
terdiri dari pasukan gajah berkuda dan meriam.
Wilayahnya dibagi distrik-distrik. Setiap distrik dikepalai oleh sipah
salar dan sub distrik di kepalai oleh faudjar. Dengan sistim ini pasukan Mughal
berhasil menahlukan daerah-daera di sekitarnya.
B.
Bidang Ekonomi
Perekonomian kerajaan
Mughal tertumpu pada bidang agrari, mengingat keadaan Geografi dan Geologi
wilayah India. Hasil pertanian kerajaan Mughal yang terpenting ketika itu
adalah biji-bijian, padi, kacang, tebu, sayur-sayuran, rempah-rempah, tembakau,
kapas, nila, dan bahan-bahan celupan.[7]
Di samping untuk
kebutuhan dalam negeri, hasil pertanian itu diekspor ke Eropa, Afrika, Arabia,
dan Asia Tenggara bersamaan dengan hasil kerajinan, seperti pakaian tenun dan
kain tipis bahan gordiyn yang banyak diproduksi di Gujarat dan Bengawan. Untuk
meningkatkan produksi, Jehangir mengizinkan Inggris (1611 M) dan Belanda (1617
M) mendirikan pabrik pengolahan hasil pertanian di Surat.
C.
Bidang Seni dan Arsitektur
Bersamaan
dengan majunya bidang ekonomi, bidang seni dan budaya juga berkembang. Karya
seni yang menonjol adalah karya sastra gubahan penyair istana, baik yang
berbahasa Persia maupun berbahasa India. Penyair India yang terkenal adalah
Malik Muhammad Jayazi, seorang sastrawan sufi yang menghasilkan karya besar
berjudul Padmavat, sebuah karya alegoris yang mengandung pesan kebijakan jiwa
manusia.[8]
Karya
seni yang masih dapat dinikmati sekarang dan merupakan karya seni terbesar yang
dicapai kerajaan Mughal adalah karya-karya arsitektur yang indah dan
mengagumkan. Pada masa akbar dibangun istana Fatpur Sikri di Sikri, vila, dan
masjid-masjid yang indah. Pada masa Syah Jehan, dibangun masjid berlapiskan
mutiara dan Taj Mahal di Agra, masjid raya Delhi dan istana indah di Lahore.[9]
D.
Bidang Ilmu Pengetahuan
Dinasti Mughal juga
banyak memberikan sumbangan di bidang ilmu pengetahuan. Sejak berdiri, banyak
ilmuan yang datang ke India untuk menuntut ilmu pengetahuan. Bahkan Istana
Mughal-pun menjadi pusat kegiatan kebudayaan. Hal ini adanya dukungang dari
penguasa dan bangsawan seta Ulama. Aurangzeb misalnya membelikan sejumlah uang
yang besar dan tanah untuk membangun sarana pendidikan.
Pada tiap-tiap masjid
memiliki lembaga tingkat dasar yang dikelola oleh seorang guru. Pada masa Shah
Jahan didirikan sebuah Perguruan Tinggi di Delhi. Jumlah ini semakin bertambah
ketika pemerintah di pegang oleh Aurangzeb. Dibidang ilmu agama berhasil
dikondifikasikan hukum islam yang dikenal dengan sebutan Fatawa-I-Alamgiri.
![]() |
Peta Mughal Empire |
KESIMPULAN
Dari
penjelasan-penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa.
1. Islam telah mewariskan dan memberi
pengayaan terhadap khazanah kebudayaan India. Dimana keberadaan kerajaan ini
telah menjadi motivasi kebangkitan baru bagi peradaban tua di anak benua India
yang hampir tenggelam.
2. Dengan hadirnya Kerajaan Mughal, maka
kejayaan India dengan peradaban Hindunya yang nyaris tenggelam, kembali muncul.
3. Kemajuan yang dicapai Kerajaan Mughal
telah memberi inspirasi bagi perkembangan peradaban dunia baik politik,
ekonomi, budaya dan sebagainya. Misalnya, politik toleransi (sulakhul), sistem
pengelolaan pajak, seni arsitektur dan sebagainya.
4. Kemunduran suatu peradaban tidak lepas
dari lemahnya kontrol dari elit penguasa, dukungan rakyat dan kuatnya sistem
keamanan.
DAFTAR
PUSTAKA
Badri, Yatim. 1995.
Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Radja Grafindo Persada.
Maryam, Siti. Dkk.
2002. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta : LESFI.
Amin, Samsul Munir.
2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : AMZAH
Misbah, Ma’ruf. Dkk.
1994. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang : CV. WICAKSANA
[1]
Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:LESFI, 2002), hlm.184
[2]
Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:LESFI, 2002), hlm.184
[3]
Siti Maryam dkk, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta:LESFI, 2002), hlm.185
[5] Yatin, Badri, Sejarah Peradabab Islam,
(Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada), hlm. 159.
[6]
Yatin, Badri, Sejarah Peradabab Islam, (Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada),
hlm. 160.
[7]
Yatin, Badri, Sejarah Peradabab Islam, (Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada),
hlm. 161.
[8]
Yatin, Badri, Sejarah Peradabab Islam, (Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada),
hlm. 161.
[9]
Yatin, Badri, Sejarah Peradabab Islam, (Jakarta : PT. Raja Grapindo Persada),
hlm. 162.
No comments:
Post a Comment